'Biang Kerok' Eropa Mencekam, Belanda hingga Italia Rusuh
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah demo besar-besaran terjadi di Eropa. Sejumlah negara di Benua Biru itu seperti Belanda, Austria, Belgia, Kroasia, Austria, hingga Italia harus berurusan dengan pengunjuk rasa.
Demo ini bukan tanpa alasan. Para pengunjuk rasa tidak terima dengan rencana pemerintah beberapa negara tersebut yang ingin melakukan pembatasan hingga penguncian (lockdown) total maupun parsial akibat lonjakan kasus Covid-19.
Di Belgia, puluhan ribu orang berbaris di Brussel memprotes tindakan anti-Covid-19. Beberapa melemparkan kembang api ke arah aparat yang kemudian dibalas dengan gas air mata dan Meriam air.
Pemerintah Negeri Waffle itu sendiri mulai menerapkan kartu Covid-19 untuk warga memasuki tempat umum. Ini cara pemerintah untuk menekan warga anti-vaksin untuk mau diinokulasi.
Hal sama juga terjadi di Belanda. Bahkan pengrusakan masih terjadi di sejumlah kota menentang penguncian parsial. Dalam aksi itu, setidaknya 64 orang ditangkap.
Protes juga terjadi di ibu kota Wina Austria, setelah lockdown terbaru diterapkan secara total selama 20 hari ke depan. Pemerintah juga mewajibkan suntikan vaksin Covid-19 Februari 2022.
Di Kroasia ribuan warga juga berbaris di Zagreb menunjukkan kemarahan pada vaksinasi wajib pekerja sektor publik. Sedangkan di Italia beberapa warga berunjuk rasa di Circus Maximus Roma untuk menentang 'paspor vaksin' guna bekerja dan menaiki transportasi umum.
Mengutip bank data Reuters, rata-rata negara Eropa mengalami kenaikan kasus yang signifikan. Bahkan negara-negara seperti Belanda, Jerman, Austria, Slovakia, Denmark, Norwegia, dan Hungaria sedang dalam puncak infeksi.
Sementara itu, secara rinci, kurva kasus per negara Eropa telah menunjukkan lonjakan data yang signifikan bila dibandingkan dengan pada awal Oktober lalu. Belanda saat ini berada di level 20 ribu kasus per hari, jauh dari pada awal Oktober lalu yang mencatatkan hanya 1.800 hingga 2.000 kasus saja perhari.
"Ini merupakan lonjakan lebih dari 11 kali," tulis media itu.
Di Jerman, kenaikan serupa juga terjadi dengan Negara Sungai Rhein itu masih di angka infeksi dia tas 45 ribu perharinya, jauh di atas level 7 ribu pada awal Oktober. Belgia juga melaporkan kenaikan sebesar sembilan kali lipat dari 2 ribu infeksi ke level 18 ribu saat ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaku bahwa lonjakan ini terjadi akibat euforia mencabutan penguncian yang dirasa terlalu prematur. Ini ditambah lagi dengan banyaknya kelompok yang tidak ingin menerima vaksin.
"Ini adalah pengingat lain, seperti yang telah kami katakan berulang kali, bahwa vaksin tidak menggantikan kebutuhan akan tindakan pencegahan lainnya", kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada pekan lalu.
"Vaksin mengurangi risiko rawat inap, penyakit parah, dan kematian, tetapi tidak sepenuhnya mencegah penularan".
(tps/sef)