
Saat Jokowi Wanti-Wanti Soal Stop PLTU-Ambisi Netral Karbon

Masalah yang dihadapi dalam transisi energi adalah tambahan biaya karena lebih mahalnya harga listrik EBT, dan siapa yang bakal menanggungnya.
Jokowi mengatakan, dirinya sudah membicarakan hal ini dengan World Bank dan juga investor dari Inggris. Namun belum juga ada hasil.
Presiden meminta kepada semua jajarannya agar bersama-sama membuat skenario transisi ini. Jika bisa berjalan lebih cepat akan lebih baik, namun menurutnya hitung-hitungan di lapangan harus dikalkulasi dengan detail.
"Oh di Sungai Kayan bisa hydro, oh geothermal di gunung ini bisa, saya tahu bisa semua, tapi siapa yang tanggung angka yang tadi saya sampaikan," paparnya.
Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah besar di dalam melakukan transisi energi. Tema ini dia sebut nantinya akan diulang lagi pada G20 di Bali pada 2022 mendatang. Jokowi mengaku tidak mau bicara seperti yang pernah disampaikan pada dua atau satu tahun lalu.
"Saya ingin pertanyakan ini, ada kebutuhan dana sekian, skemanya apa yang bisa kita lakukan," lanjutnya.
Jika solusi mengatasi gap ini ada, maka menurutnya transisi energi akan bisa berjalan, dan apabila tidak, kondisi ini dia sebut hanya membuat pusing dan tidak ada hasilnya.
"Kalau ada, berarti bisa menyelesaikan transisi energi, kalau ndak ya kita ndak usah bicara, pusing tapi gak ada hasilnya," tuturnya.
Jokowi pun meminta agar berbagai pihak memberikan masukan mengenai angka-angka kenaikan biaya dan besaran biaya yang harus dibayar untuk Indonesia saja. Dia berharap, masalah ini bisa dicarikan jalan keluar.
"Lagi, saya minta masukan dan kalkulasi detil angka-angka kenaikannya berapa, gap yang harus dibayar berapa untuk Indonesia saja. Kalau ketemu syukur bisa dirumuskan, Pak ini dari jurus ini, bisa diselesaikan dari sisi ini, bisa diselesaikan itu yang kita harapkan. Kalau ketemu (solusinya), saya sampaikan di G20 di Bali tahun depan," tandasnya.
(wia)[Gambas:Video CNBC]
