Murkanya Jokowi Soal Masalah Energi Hingga Jabatan Wamen ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak segan-segan meluapkan kekesalannya terhadap sejumlah isu di sektor energi, termasuk minyak dan gas bumi (migas) dan listrik, yang tak kunjung terselesaikan di negeri ini.
Saat memberikan pengarahan kepada dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) di Istana Kepresidenan, Selasa (16/11/2021) lalu, Jokowi mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah isu di sektor energi ini yang juga tak kunjung tuntas dilakukan.
Namun sayangnya, saat memberikan pengarahan tersebut, hanyalah dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, serta komisaris dan direksi kedua BUMN tersebut, tanpa kehadiran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Beberapa isu yang disinggung Jokowi antara lain terkait sulitnya investor dari luar yang ingin masuk dan bekerja sama dengan Pertamina maupun PLN. Jokowi mengatakan, banyak investor yang mengantre ingin bekerja sama, namun masih terkendala isu birokrasi di BUMN.
"Kemudian yang berkaitan dengan investasi. Saya melihat sebetulnya investasi yang ingin masuk ke Pertamina, PLN ini ngantre dan banyak sekali, tapi ruwetnya itu ada di birokrasi kita dan BUMN kita sendiri," ujar Jokowi saat memberikan pengarahan kepada kedua BUMN tersebut, seperti dikutip dari video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).
Selain itu, Jokowi juga menyinggung masalah transparansi terkait penugasan dari pemerintah kepada kedua BUMN energi ini, seperti penugasan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM), baik bensin Premium, Solar, maupun LPG oleh Pertamina, dan juga penyaluran subsidi listrik oleh PLN.
"Itu disampaikan secara transparan dan terbuka. Blak-blakan dengan angka-angka, dengan kalkulasi, dengan hitung-hitungan. Tapi yang logis. Karena penugasan, mikirnya gak dicek, gak dikontrol," kata Jokowi.
"Itu nanti kalau mau sekuritisasi akan ketahuan, harganya kemahalan, sulit untuk disekuritisasi karena mentang-mentang ada penugasan, terus numpang. Ini yang harus kita hindari. Kalau kebangetan akan saya lakukan tindakan," lanjutnya.
Tak hanya itu, Jokowi juga kesal soal proyek kilang BBM yang dinilai berjalan lambat. Dua proyek kilang yang disinggungnya itu antara lain proyek kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR) Tuban, Jawa Timur dan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) yang juga terdapat di Jawa Timur.
Untuk GRR Tuban, Pertamina bekerja sama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft. Jokowi mengungkapkan, di balik awal mula Rosneft ingin berinvestasi bersama Pertamina, namun tak disambut dengan cepat oleh Pertamina. Malah sekarang baru terealisasi 5%.
"Pertamina sudah bertahun-tahun yang namanya Rosneft di Tuban ingin investasi. Sudah mulai, saya ngerti Rosneftnya ingin cepat, tapi kitanya gak pengen cepat," jelas Jokowi.
"Ini investasinya besar sekali, Rp 168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ujar Jokowi lagi sambil menarik nafas panjang.
Begitu pun dengan kilang ekspansi TPPI. Menurutnya, proyek ini dicanangkan sejak dirinya baru dilantik sebagai Presiden pada 2014 lalu, namun hingga kini tak kunjung rampung.
"Di dekatnya lagi ada TPPI juga sama, investasinya US$ 3,8 miliar. Juga bertahun-tahun ini sudah sebelum kita ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga," kata Jokowi mengungkapkan kekesalannya lagi.
Jokowi pun meluapkan kekesalannya karena Indonesia masih mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar, sehingga berpengaruh kepada neraca perdagangan.
"Sudah berpuluh-puluh tahun kita tidak bisa menyelesaikan karena problem kita impor minyak kita besar sekali. Itu memengaruhi currency (nilai tukar) kita, kurs dolar kita karena setiap bulan, Pertamina harus menyediakan, harus beli dolar di pasar dalam jumlah yang tidak kecil, besar sekali," tutur Jokowi, seperti dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).
"Oleh sebab itu, kita ingin mendorong yang namanya mobil listrik, dan kompor listrik, problemnya di situ ada. Itu tugas Bapak-Ibu sekalian untuk tahapannya seperti apa, mana yang bisa cepat, mana yang harus tahun depan, dan mana yang harus tahun depannya lagi," lanjutnya.
Setelah ungkapan kekecewaannya tersebut meledak dan diketahui publik, kini diketahui bahwa Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.97 tahun 2021 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dalam aturan yang diteken Jokowi pada 25 Oktober 2021 lalu itu, Jokowi mengatur secara spesifik mengenai posisi Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Dalam memimpin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri dapat dibantu oleh Wakil Menteri sesuai dengan penunjukan Presiden," tulis Pasal 2 aturan tersebut, seperti dikutip Senin (22/11/2021).
Nantinya, Wakil Menteri akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Wakil Menteri mempunyai tugas untuk membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian, yang meliputi perumusan atau pelaksanaan kebijakan kementerian.
Selain itu, membantu Menteri dalam mengoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau Eselon I di lingkungan kementerian.
Dalam Perpres 97/2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan dipimpin oleh menteri dan dapat dibantu oleh wakil kepala yang nantinya adalah Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selama menjabat sebagai kepala pemerintahan, Jokowi sempat menunjuk Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2016 lalu.
Secara tersirat, peraturan terkait posisi Wakil Menteri ESDM ini seolah ingin menunjukkan bahwa Jokowi tidak hanya sembarang mengungkapkan kekecewaannya terkait sejumlah masalah di sektor energi RI ini, tapi lebih dari itu, ingin ada terobosan baru di sektor ini.
(wia)