Sederet Proyek Kilang Pertamina yang Dinilai Jokowi Lamban

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
22 November 2021 12:50
Pengarahan Presiden Jokowi kepada Komisaris dan Direksi Pertamina dan PLN
Foto: Pengarahan Presiden Jokowi kepada Komisaris dan Direksi Pertamina dan PLN, 16 November 2021. (Tangkapan Layar via Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaannya kepada PT Pertamina (Persero), mulai dari masalah investasi, besarnya impor minyak, serta masih lambatnya pembangunan proyek kilang bahan bakar minyak (BBM).

Kekecewaannya ini diungkapkannya saat melakukan pengarahan kepada komisaris dan direksi PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), serta di hadapan Menteri BUMN Erick Thohir, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama, serta Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi, pada Selasa, 16 November 2021 di Istana Kepresidenan.

Jokowi mengungkapkan kekesalannya soal proyek baru Kilang BBM baru atau Grass Root Refinery (GRR) di Tuban, Jawa Timur, dan juga Kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang dinilai berjalan lambat.

Jokowi mengungkapkan, di balik awal mula Rosneft ingin berinvestasi bersama Pertamina, namun tak disambut dengan cepat oleh Pertamina. Malah sekarang baru terealisasi 5%.

"Pertamina sudah bertahun-tahun yang namanya Rosneft di Tuban ingin investasi. Sudah mulai, saya ngerti Rosneftnya ingin cepat, tapi kitanya gak pengen cepat," jelas Jokowi, seperti dikutip dari video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).

"Ini investasinya besar sekali, Rp 168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ujar Jokowi lagi sambil menarik nafas panjang.

Jokowi pun menyinggung soal pembangunan ekspansi kilang TPPI yang juga berlokasi di Jawa Timur. Padahal, imbuhnya, proyek ini sudah dicanangkan sejak dirinya diangkat sebagai Presiden kali pertama di 2014.

"Di dekatnya lagi ada TPPI juga sama, investasinya US$ 3,8 miliar. Juga bertahun-tahun ini sudah sebelum kita ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga," kata Jokowi mengungkapkan kekesalannya lagi.

Di hadapan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Jokowi bercerita bahwa saat itu ia sampai membentak Dirut Pertamina sebelumnya karena lelet melakukan eksekusi. Padahal, menurut Jokowi, jika TPPI sudah berhasil dibangun, akan menjadi solusi bagi Indonesia untuk mensubstitusi barang-barang impor, sehingga neraca transaksi Indonesia tidak membengkak.

"Sehingga waktu Bu Dirut, saya ke sana yang terakhir, Bu Dirut cerita itu ya saya bentak itu karena memang benar, diceritain hal yang sama gitu lho," ungkapnya.

"Saya nggak mau dengar cerita itu lagi, saya sudah dengar dari cerita dirut-dirut sebelumnya. Saya blak-blakan, memang biasa," kata Jokowi lagi.

Namun, Pertamina bukan hanya menjalankan dua proyek kilang saja, ada beberapa proyek kilang minyak lainnya yang sudah dicanangkan Pertamina, namun hingga kini memang belum ada yang tuntas. Sudah sejauh mana progres sejumlah proyek kilang Pertamina tersebut? Simak Halaman Berikutnya..

Berikut sejumlah proyek kilang baru (Grass Root Refinery/ GRR) maupun ekspansi atau Refinery Development Master Plan (RDMP) Pertamina:

1. GRR Kilang Tuban

Dalam membangun kilang ini, Pertamina bekerja sama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, kilang ini nantinya terintegrasi dengan petrokimia. Proyek kilang ini ditargetkan akan beroperasi pada Juni 2027.

Target ini mundur enam bulan dikarenakan negara tempat asal kontraktor yang melakukan desain teknis (engineering design) dan licensor terjadi karantina wilayah (lockdown) akibat pandemi Covid-19.

Kapasitas dari kilang ini mencapai 300.000 barel per hari (bph) dengan kualitas produk BBM standar Euro 5. Adapun belanja modal (capital expenditure/ capex) proyek ini diperkirakan mencapai sebesar US$ 13,5 miliar.

Berdasarkan data paparan Pertamina, progres Front End Engineering Design (FEED) realisasinya sudah 46,95%, per 22 Oktober 2021. Target selesai FEED pada April 2022.

Sementara untuk pembebasan lahan yang sudah diakuisisi dan di land clearing sebesar 451,7 ha daritotal lahan 834,8 ha. Saat ini sedang berlangsung land clearing ke-3 dari total 4 tahap.


2. RDMP Kilang Balongan

Proyek RDMP yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) ditargetkan fase pertama rampung pada 2022. RDMP Balongan bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas unit pengolahan dan meningkatkan kapasitas produksi Kilang Balongan dari semula 125 ribu barel per hari (bph) menjadi 150 ribu bph.

Proyek ini juga akan menghasilkan naphtha untuk proses lanjut dengan kapasitas produksi 11,6 ribu barel per hari dari sebelumnya yang sebesar 5,29 ribu barel per hari. Saat ini progresnya secara fisik sudah 44,17%, per 29 Oktober 2021.


3. RDMP Balikpapan

Proyek RDMP Balikpapan ini merupakan proyek ekspansi atau peningkatan kapasitas kilang yang telah ada saat ini. Proyek RDMP ini ditargetkan akan rampung pengerjaannya pada 2024, di mana unit RFCC ditargetkan beroperasi pada Maret 2024, sementara unit produksi bensin ditargetkan beroperasi pada November 2024.

Hingga akhir Oktober 2021, progresnya telah mencapai 43,28%. Proyek ini akan meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah dari saat ini 260 ribu bph menjadi 360 ribu bph.

Kualitas produk BBM juga ditingkatkan menjadi setara Euro V. Belanja modal atau capexnya diperkirakan mencapai US$ 7,2 miliar.

Rencana kemitraan (partnership), perusahaan energi asal Uni Emirat Arab, Mubadala dan lembaga pengelola investasi Indonesia atau Indonesia Investment Authority (INA) telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) untuk bermitra dalam hal pendanaan atau equity financing di proyek ini. Penandatanganan MoU ini telah dilakukan pada minggu pertama Oktober 2021.


4. RDMP Cilacap

Proyek ini ditargetkan mulai beroperasi pada Juni 2026. Tujuan dari proyek ini adalah meningkatkan daya saing kilang. Adapun belanja modal dari proyek ini diperkirakan sebesar US$ 3,6 miliar.

Progress untuk pekerjaan early works II telah selesai pada 5 Juli 2021 dan kemajuan Pra-FS 53,5%, per 27 Oktober 2021.

Mulanya dalam mengerjakan proyek kilang ini Pertamina akan menggandeng raksasa minyak asal Arab Saudi, Saudi Aramco. Berawal sejak 2014, usulan kerja sama ini digagas untuk revitalisasi kilang Cilacap.

Namun, rencana kerja sama ini memiliki jalan panjang, karena di balik janji investasi ada syarat yang berputar-putar, kepastian yang digantung, sampai akhirnya rencana kerja sama ini pun dibatalkan pada 2020 lalu.

Awalnya, Saudi Aramco menjanjikan investasi hingga US$ 6 miliar. Janji manis ini tidak gratis, tentu saja dengan syarat harus mendapat berbagai insentif dari pemerintah. Mulai dari tax holiday, lahan, dan penyerahan aset ke anak perusahaan nantinya.

Berdasarkan data dari dokumen yang didapat CNBC Indonesia disebutkan PT Pertamina (Persero) berpegangan pada enterprise value dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pada Juni 2018, yang sebesar US$ 5,66 miliar atau setara Rp 79,95 triliun.

Sementara, Saudi Aramco menganggap enterprise value adalah US$ 2,8 miliar, yang sebenarnya merupakan valuasi dari nilai aset tetap (fixed asset value) hasil 2016 yang disesuaikan dengan kurs awal 2018.


5. RDMP Plaju

Sama dengan RDMP Cilacap, tujuan dari proyek ini adalah meningkatkan daya saing kilang. Proyek dengan biaya sekitar US$ 2 miliar ini memiliki progres pra-Feasibility Study (FS) sudah mencapai 53,5%, per 27 Oktober 2021. Ditargetkan akan bisa beroperasi pada Juni 2026 mendatang.


6. RDMP Dumai

Proyek dengan nilai US$ 2,2 miliar ini ditargetkan akan beroperasi pada Juni 2026. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing kilang.

Untuk rencana kemitraan, saat ini sudah dilakukan MoU dengan Nindya Karya Konsorsium yang ditandatangani 25 Juni 2021.

Saat ini sedang berjalan revisi Joint Study Agreement pasca mundurnya DH Global dari NK Konsorsium. Progres pra-FS sudah 53,5%, per 27 Oktober 2021.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular