Jokowi Bicara 'Kiamat' Kontainer, Sampai Kapan Terjadi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo mengungkapkan banyak masalah di dunia yang mengancam perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah gangguan mata rantai pasok global yakni krisis kontainer untuk mendukung impor dan ekspor.
Menurut Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Riyanto, mengatakan permasalahan rantai pasok ini memang sulit diselesaikan dari satu pihak, karena pergerakan barang ekspor ini tergantung dari jadwal shipping liner.
Dimana terjadi ketidakseimbangan antara aktivitas ekspor - impor membuat jadwal keberangkatan kapal angkut kontainer semakin sedikit. Imbasnya harga angkut kargo atau freight bahkan meningkat sampai 300% pada bulan ini, dibandingkan bulan yang sama tahun 2020.
Pilihan Redaksi |
"Kalau barangnya tidak imbang satu sisi dan lainnya, tentu liner akan bebankan ke sisi lain," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (18/11/2021).
Mahendra mencontohkan ongkos angkut dari Semarang menuju Amerika Serikat berada pada kisaran US$ 20 ribu dollar per kontainer, sementara ke Eropa US$ 14 - 16 ribu per kontainer. Sementara untuk rute ke Australia mulai dari US$ 4.000 - 6000 per kontainer.
"Sebelumnya hanya sepertiganya itu harga yang biasa," katanya.
Frekuensi kapal di hub pelabuhan juga tidak selancar dulu. Karena tahapan ekspor dari Indonesia kapal angkutan kontainer itu akan berkumpul hub perkapalan seperti Singapura, Hong Kong, atau Timur Tengah baru dikirimkan ke negara tujuan ekspor.
Mahendra mengatakan banyak kapal yang tertahan di hub karena volume angkutan barang yang sedikit. Sehingga hal ini juga yang membuat harga ongkos kapal semakin membengkak.
"Ibaratnya kapal itu ngetem dulu di sana. Ngetem itu bisa nginepnya berhari-hari sehingga dibebankan ke yang mengirim atau pengekspor," jelasnya.
Dia mengatakan dari situasi sekarang menghambat pemerintah untuk meraup tambahan devisa negara. Karena eksportir kesulitan dari harga ongkos kargo atau freight yang mahal.
Sampai Kapan Krisis Kontainer Terjadi?
Menurut Mahendra mengutip riset dari Konsultan Eropa Copenhagen, memberikan analisa kapan krisis ini selesai. Krisis kontainer sebelumnya juga sempat terjadi pada saat tahun 1998, dimana membutuhkan waktu pemulihan sampai 10 bulan.
Begitu juga saat terjadi krisis 2008, begitu juga krisis yang terjadi pada 2012, 2014 dan krisis pada 2016 yang memakan waktu 10 bulan. Namun untuk krisis kesehatan yang terjadi dari 2020 -2021 ini masih sulit diprediksi secara pasti.
"Sedang dilihat seberapa lama situasi imbalance pergerakan barang di dunia ini, dari atau kekacauan sebelumnya paling lama itu 17 bulan. Sementara untuk situasi sekarang mungkin memakan waktu 24-26 bulan untuk perbaikan tarif. Khususnya untuk target market Eropa dan Amerika," katanya.
(hoi/hoi)