
Bumi Makin Gawat, Sri Mulyani Taruh Harapan ke Pasar Modal

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta pasar modal berkontribusi lebih besar dalam menurunkan emisi karbon. Pasalnya Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menjadi platform untuk perdagangan karbon (carbon trading).
Sri Mulyani menjelaskan perubahan iklim akan melanda seluruh dunia, maka Indonesia harus memiliki pondasi atau instrumen untuk menghadapi perubahan iklim.
"Aspek keuangan menjadi luar biasa penting untuk kemampuan kita dalam men-deliver janji-janji untuk mengurangi ancaman akibat perubahan iklim global," jelas Sri Mulyani dalam CEO Networking 2021, dikutip Rabu (17/11/2021).
"Kita juga melakukan di forum G20, di forum ASEAN, dan di bidang task force climate finance, di sini hitung-hitungan menjadi penting," ujarnya lagi.
Sri Mulyani mengatakan upaya penurunan gas emisi rumah kaca dilakukan melalui pendekatan berbasis pasar (market-based instruments/MBI). Kebijakan ini mendasarkan kebijakannya pada aspek penetapan nilai ekonomi karbon (carbon pricing).
Adapun carbon pricing terdiri atas dua mekanisme penting yaitu perdagangan karbon dan instrumen non-perdagangan. Jika instrumen perdagangan terdiri atas cap and trade serta offsetting mechanism, maka instrumen non-perdagangan mencakup pungutan atas karbon dan pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment/RBP.
Mekanisme ini pun sudah diatur dalam Peraturan Presiden 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Aturan itu terdiri dari instrumen perdagangan dan non perdagangan.
"Saya berharap pelaku di capital market perlu memahami bahwa ini akan menjadi mainstream di dunia dan akan mempengaruhi sumber-sumber pendanaan," ujarnya.
Di Kementerian Keuangan, kata Sri Mulyani saat ini masih terus berkomunikasi dengan stakeholder dalam pengembangan harga karbon. Namun, dalam perdagangan karbon, BEI merupakan institusi yang memiliki peran besar.
"Dalam hal ini akan sangat bergantung pada bursa, karena akan menjadi platform untuk perdagangan dan saya berharap bisa membangun dan mengantisipasi, sehingga perdagangan karbon menjadi kredibel dan diakui dunia."
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga meminta BEI untuk bisa menerapkan Environmental Sustainable Governance (ESG) dan menerapkan Monitoring, Reporting, Valuation (MRV) terkait perdagangan karbon.
Pasalnya dua hal tersebut yang akan menjadi indikator yang akan menjadi pertimbangan investor global ke depan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa, meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyiapkan mekanisme perdagangan karbon.
BEI diminta Airlangga untuk mengembangkannya bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sehingga akan mengalihkan perdagangan karbon yang selama ini di luar bursa atau over the counter menjadi terfasilitasi oleh bursa.
"Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) Bursa Efek Indonesia dan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, KLHK dan OJK perlu persiapkan regulatory framework untuk perdagangan ini diharapkan ini bisa dilakukan di Indonesia bukan di negara lain," tutur Airlangga.
Indonesia, kata Airlangga memiliki kekuatan dari sisi perusahaan-perusahaan berbasis sumber daya alam seperti tambang batu bara dan perkebunan sawit seperti perusahaan energi baru terbarukan.
Oleh karena itu, ia meminta potensi yang besar tersebut akan menjadi hal yang baik untuk ditangkap oleh mekanisme bursa. Ia berharap perdagangan karbon itu dapat diluncurkan bersamaan dengan presidensi G20 Indonesia mulai tahun ini hingga tahun depan.
"Jadi, kami harap bursa carbon trading sudah siap antara 1 Desember hingga Oktober 2022," harap dia.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengungkapkan, pihaknya mendukung penuh penerapan ESG di pasar modal Indonesia.
Hal itu ditunjukkan dengan inovasi yang dilakukan melalui penerbitan green bond, green sukuk, serta indeks investasi yang berbasis green investment untuk mendukung ekonomi hijau.
"Tentunya BEI juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada seluruh stakeholder di pasar modal," kata Inarno.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Cuma Sri Mulyani, Para Ilmuwan Ngeri Ancaman Selain Covid