Biden-Xi Jinping Cuap-Cuap, Ini Poin Krusial Sektor Ekonomi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 16/11/2021 20:32 WIB
Foto: REUTERS/JONATHAN ERNST

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Pemimpin China Xi Jinping resmi mengadakan pertemuan secara virtual, Senin malam (15/11/2021) waktu Washington atau sekitar Selasa (16/11/2021) pagi waktu Beijing. Dalam pertemuan itu, sejumlah hal dibahas mulai dari ekonomi hingga geopolitik.

Khusus perihal ekonomi, AS dan China diharapkan mampu untuk bekerja sama untuk kemajuan kedua negara pasca luka perang dagang pada era Presiden Donald Trump. Meski begitu, analis menyebut isu-isu seperti Hong Kong dan Taiwan telah membuat diskusi antara keduanya menjadi lebih rumit.

"Seseorang tidak boleh berharap palsu bahwa KTT virtual Xi-Biden akan memperbaiki perbedaan mendasar antara China dan Amerika atau mengubah lintasan umum persaingan," kata Alex Capri, seorang peneliti di Hinrich Foundation.


"Pertanyaan menyeluruhnya adalah apakah, dalam situasi terbaik, kedua pemimpin dapat mencoba dan mengemukakan alasan untuk jenis baru 'koeksistensi kompetitif'.

Berikut daftar-daftar tema ekonomi yang mampu diangkat dan menjadi poin kedua pemimpin.

1. Perdagangan dan Tarif

Beberapa pengusaha meminta agar Biden mempertimbangkan penghapusan tarif di China untuk membantu meredakan lonjakan inflasi di China. Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan pada acara "Face the Nation" CBS hari Minggu bahwa langkah seperti itu "sedang dipertimbangkan."

Namun, hal itu sulit dilaksanakan. Pasalnya masih banyak poin kesepakatan dagang "Fase 1" era Trump yang belum dipenuhi oleh Beijing. Ini menjadi poin kritik Biden terhadap China sampai saat ini.

"Kami terus memiliki keprihatinan serius dengan praktik perdagangan China yang berpusat pada negara dan non-pasar yang tidak dibahas dalam kesepakatan Fase Satu," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai.

2. Sektor Properti China

Menkeu Yellen juga mengatakan pada hari Minggu bahwa pemerintah Gedung Putih mengawasi sektor properti China yang saat ini sedang surut. Kemerosotan properti China ini dikhawatirkan membawa potensi konsekuensi global.

"Ini adalah sesuatu yang penting, yang kami pantau dengan cermat," kata Yellen, ketika ditanya apakah ia yakin China dapat mengendalikan dampak keuangan dari kemerosotan real estat.

Pasar keuangan terguncang pada bulan September setelah pengembang raksasa China, Evergrade, memberikan sinyal gagal bayar. Itu memicu kekhawatiran penularan di seluruh industri real estat, yang menyumbang sebanyak 30% dari output ekonomi China.

Evergrande baru-baru ini berhasil melakukan pembayaran bunga dan mencegah keruntuhan. Tapi segunung kewajiban utang akan jatuh tempo tahun depan. Beberapa pengembang China lainnya berada dalam posisi yang sama karena permintaan properti menurun.

"China adalah sektor real estat dengan perusahaan-perusahaan yang terlalu banyak memanfaatkan dan itu adalah sesuatu yang coba ditangani oleh China," ucap Yellen.

3. Energi dan iklim

Beijing dan Washington baru-baru ini menemukan titik temu dalam krisis iklim. Keduanya sepakat untuk beralih ke pasokan energi yang lebih ramah lingkungan dan rendah polusi.

"Saya murung tentang prospek kerja sama dalam hal apa pun, kecuali mungkin iklim, di mana kepentingan mereka bertepatan," kata William Reinsch, penasihat senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.


(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Keyakinan Konsumen RI Terendah Dalam 3 Tahun - Akhir Perang