
Beda dengan China, Begini Kata Bahlil Soal Investor UEA

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka-bukaan mengenai karakteristik investor dari beberapa negara.
RI baru saja mendapatkan komitmen investasi yang diperoleh saat kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan lalu ke Uni Emirat Arab (UEA) dengan jumlah mencapai US$ 44,6 miliar atau sekitar Rp 633 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per US$).
Dibandingkan negara lain, seperti apa karakteristik investasi dari UEA? Menurutnya, untuk membaca secara pasti karakter investor UEA setidaknya butuh waktu dua tahun.
"Untuk membaca karakteristik investor UEA butuh waktu dua tahun baru saya bisa membacanya," ungkapnya saat konferensi pers, Kamis (11/11/2021).
Dia pun membeberkan karakteristik investor dari beberapa negara lain, Jepang misalnya. Dia menilai, karakteristik investor dari Jepang rumit di awal, namun investasi akan berjalan dengan aman sampai akhir. Karakter ini menurutnya tidak jauh beda dengan Korea, hanya ada beda-beda tipis saja.
Lalu, karakteristik investor dari China menurutnya mudah di depan, namun di belakang terkadang ada sebagian yang belok-belok atau tidak sesuai.
Sementara untuk Eropa dan Amerika menurutnya mirip-mirip, yakni mementingkan lingkungan terlebih dahulu.
"UEA ini gabungan Amerika, Eropa, China, Jepang, dan Korea," ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, di dalam berbisnis, UEA sangat teliti dan harus memiliki chemistry dengan negara yang akan ditanamkan modalnya. Bahlil menyebut ini prinsip yang bagus di dalam berinvestasi.
"Dan hitungan bisnis paten, lingkungan diperhatikan, EBT, ini gabungan, makanya gak gampang. Karakteristik gabungan dari beberapa negara," lanjutnya.
Bahlil mengatakan, sebagian komitmen investasi dari UEA ini akan ditangani langsung oleh Indonesia Investment Authority (INA) sebesar US$ 18 miliar. Dia mengatakan, komitmen investasi ini ditargetkan bisa terealisasi hingga 2023-2024.
"Ada proyek infrastruktur dan persoalan pertanian, persoalan alat kesehatan, data center, kemudian di sektor hilirisasi pertambangan, kemudian EBT (energi baru terbarukan)," paparnya.
"Target kami paling lambat awal 2024 sudah terealisasi, paling tidak sebelum periode Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin berakhir," lanjutnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! RI Bakal Diserbu Investor 'Kakap' dari Korsel Hingga AS
