Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutar otak untuk menyelesaikan proyek 'Too Big To Fail' infrastruktur kereta tanah air. Adalah LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang sudah kepalang tanggung untuk diselesaikan namun anggarannya cekak.
Diperlukan dana tambahan yang dikeluarkan negara Rp 6,9 triliun untuk kedua proyek tersebut. LRT Jabodebek kebutuhan cost overrun sebesar Rp 2,6 triliun.
Sementara untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung perlu pemenuhan Base Equity senilai Rp 4,3 triliun.
Keduanya disuntik negara via PT Kereta Api Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, total penambahan PMN ini dilakukan di 2021 di mana diberikan untuk tiga BUMN yakni PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Kereta Api (KAI) yang anggarannya mencapai Rp 33 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, alokasi PMN kepada tiga BUMN tersebut berasal dari cadangan dana penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC PEN) dan juga sisa anggaran lebih (SAL).
"Penggunaan cadangan PEN dan SAL Tahun 2021 dalam untuk PMN sebesar Rp 53 triliun," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (8/11/2021).
"Untuk kereta api yang mendapatkan suntikan yang ditujukan untuk LRT Jabodebek yang mengalami cost overrun sebesar Rp 2,6 triliun dan untuk kereta cepat Jakarta-Bandung kebutuhan untuk memenuhi base equity sebesar Rp 4,3 triliun," katanya.
Dua Proyek Too Big To Fail >> Halaman Selanjutnya
LRT Jabodebek
LRT Jabodebek ini memiliki nilai kontrak hingga Rp 23,3 triliun. LRT Jabodebek ditargetkan beroperasi pada pertengahan tahun 2022. Padahal pada 2017 lalu PT Adhi Karya (Persero) selaku kontraktor menargetkan bisa beroperasi pada 2021.
Nantinya terdapat 18 stasiun LRT Jabodebek yang akan melayani masyarakat yaitu Stasiun Dukuh Atas, Setiabudi, Rasuna Said, Kuningan, Pancoran, Cikoko, Ciliwung, Cawang, TMII, Kampung Rambutan, Ciracas, Harjamukti, Halim, Jatibening Baru, Cikunir I, Cikunir II, Bekasi Barat, dan Jatimulya.
Baru-baru saja saat uji coba LRT dengan nomor trainset 29 dan 20 mengalami kecelakaan di antara Stasiun Cibubur Harjamukti dan Ciracas pada, 25 Oktober 2021.
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB/KCIC)
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung saat ini menuai kontroversi di tengah berbagai persoalan. Mulai dari soal pembengkakan biaya hingga berbagai persoalan yang menghadang.
Pembengkakan biaya yang terjadi diprediksi dalam rentang US$ 1,3 - US$ 1,6 miliar atau setara Rp 18,3 triliun - Rp 22,5 triliun dengan kurs (Rp 14.100/US$). Awalnya proyek ini dipatok senilai US$ 6,07 miliar, namun karena keterlambatan penyelesaian diperkirakan biaya proyek bengkak mencapai US$ 7,9 miliar atau Rp 113,1 triliun.
Presiden Joko Widodo lantas membentuk Komite Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) untuk menyelesaikan proyek ini. Bahkan menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai ketua.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) 93/2021, pemerintah pun turun tangan untuk membantu pembiayaan proyek. Dana yang saat ini sudah dikantongi KCIC sebesar Rp 4,3 triliun, yang akan digunakan untuk menyetor modal awal proyek tersebut.
Proyek ini sendiri ditargetkan beroperasi komersial pada akhir 2022. Namun, proyek ini harus sudah bisa melakukan uji coba pada November tahun depan.
Progres pembangunan KCJB saat ini akan mulai memasuki tahapan persiapan operasi.
Progress kontruksi terus dipercepat, termasuk di dalamnya konstruksi 13 tunnel pada trase KCJB yang sudah tembus hingga 10 terowongan, percepatan progress subgrade dan bridge.