
Anti Batu Bara Merebak, Pengusaha Yakin Ekspor Tetap Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia kini berbondong-bondong meninggalkan pemakaian energi fosil, terutama batu bara.
Dalam Konferensi Perubahan Iklim the Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia, setidaknya 77 institusi, termasuk 46 negara, berkomitmen untuk keluar dari bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, termasuk menghentikan pembangunan PLTU baru ke depannya.
Meski banyak gempuran anti batu bara, namun pengusaha batu bara RI masih optimistis ekspor batu bara masih akan tinggi ke depannya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memperkirakan pasar ekspor batu bara masih akan memiliki prospek ke depannya karena salah satu pasar ekspor batu bara RI yakni China masih membangun PLTU meski di saat bersamaan juga membangun pembangkit energi terbarukan.
"Ini jadi peluang RI isi pasar Tiongkok, meski batu bara akan berkurang, kami yakin selama Tiongkok buka keran impor masih punya ruang karena batu bara kita masih dibutuhkan dan harga kompetitif," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (08/11/2021).
Dia mengatakan, pasar terbesar batu bara sebanyak 98% ada di Asia Pasifik, di mana pembangunan PLTU paling masif. Tidak hanya China, menurutnya India juga masih membangun PLTU, termasuk di Asia Timur seperti Taiwan.
"Korea dan Jepang memang berkurang, tapi pasar ekspor masih terbuka, jangka menengah di domestik juga berkembang, walau di waktu tertentu berkurang. Masih ada peluang," lanjutnya.
Menurutnya, tren harga batu bara saat ini yang masih tinggi menunjukkan bahwa permintaan masih ada dan diperkirakan tetap akan tinggi dalam satu sampai dua tahun ke depan. Perusahaan batu bara pun menurutnya saat ini memaksimalkan produksi guna mengambil peluang saat harga tinggi.
"Perusahaan memaksimalkan produksi, berkah harga yang sementara dan mudah-mudahan berlanjut dan jadi pemulihan ekonomi nasional ke depan, perkembangan market saat ini masih positif," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, negara seperti China dan India bahkan masih wait and see dan berhati-hati meninggalkan batu bara. Dan di sisi lain, imbuhnya, pertimbangan diversifikasi energi seperti energi terbarukan masih akan bergantung pada aspek keekonomian.
"Apakah investasi ke renewable, apakah pengolahan batu bara jadi DME atau gasifikasi dan metanol tergantung keekonomian, mana opsi-opsi paling tepat," tandasnya.
Perlu diketahui, tahun ini Indonesia menargetkan produksi batu bara mencapai 625 juta ton dan penyerapan dalam negeri sebesar 137,5 juta ton. Artinya, pemakaian batu bara di dalam negeri masih sekitar 22% dari total produksi batu bara nasional dan selebihnya masih diekspor, terutama ke China.
Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2021, ekspor batu bara RI ke China pada 2020 tercatat mencapai 127,79 juta ton atau sekitar 31,5% dari total ekspor batu bara RI yang tercatat sebesar 405,05 juta ton. Ekspor batu bara ke China merupakan terbesar di antara negara tujuan ekspor lainnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penjualan Batu Bara Naik, PTBA Incar Potensi Pasar di Sini
