
'Kiamat' Energi Fosil di Depan Mata, Ini Bukti Barunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda-tanda ditinggalkannya energi fosil makin nyata di dunia. Sebanyak 20 negara, Kamis (4/11/2021) membuat komitmen untuk mengakhiri pendanaan langsung semua proyek bahan bakar fosil luar negeri yang berlangsung, di akhir 2022 dan mengarahkan pendanaan ke energi ramah lingkungan.
Negara -negara tersebut melakukan penandatanganan deklarasi itu, di KTT Iklim COP26 di Glasgow, Inggris. Termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Denmark, Italia, Finlandia, Kosta Rika, Ethiopia, Gambia Selandia Baru dan Kepulauan Marshall dan lima lembaga pembangunan termasuk Bank Investasi Eropa dan Bank Pembangunan Afrika Timur.
Tidak hanya batu bara, ini juga akan menghentikan pembiayaan untuk minyak dan gas. Namun 'pemain besar' di pendanaan seperti China, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) tidak hadir.
"Berinvestasi dalam proyek-proyek energi terkait fosil yang terus berlanjut semakin menimbulkan risiko sosial dan ekonomi," kata negara-negara tersebut dalam penandatangan pernyataan bersama, dikutip AFP, Jumat (6/11/2021).
"(Ini) memiliki dampak negatif berikutnya pada pendapatan pemerintah, pekerjaan lokal, pembayar pajak, pembayar tarif utilitas dan kesehatan masyarakat."
Merujuk Oil Change International, di 2018 dan 2020, G20 menandai sebesar US$ 188 miliar bahan bakar fossil di luar negeri. Terutama melalui pembangunan multilateral.
Merujuk Badan Energi Internasional (IEA), mengakhiri investasi dalam proyek fosil perlu bagi dunia untuk mencapai emisi global 'nol' pada tahun 2050. Ini berguna untuk menjaga dunia dari 'bencana' karena peningkatan suhu bumi.
Suhu planet harus dijaga tidak lebih dari 1,5 derajat celcius, tingkat pra industri. Di luar itu, pemanasan global akan membuat ancaman ke dunia dan tidak bisa dihindari.
Sementara itu analis Bernstein memperkirakan butuh dana US$ 2-4 triliun per tahun hingga 2050 untuk investasi hijau. AS sendiri sempat membuat komitmen US$ 3 miliar untuk ini.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perhitungan Pakar, Ketahanan Energi RI Masuk Kategori Aman
