Eksportir Makin Pusing, Kelangkaan Kontainer Masih Terjadi

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
03 November 2021 19:14
Sejumlah truk bongkar muat melintas di kawasan Tj Priok, Jakarta, Jumat, 11/6. Praktik pungutan liar (pungli) hingga saat ini masih merajalela di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seperti pengakuan beberapa supir kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (11/6/2021), saat kunjungan ke pelabuhan utama Indonesia ini kemarin.
Para pekerja kerah biru ini mengeluhkan, bukan terkait masalah beratnya pekerjaan yang digelutinya, melainkan aksi premanisme juga pungutan liar yang kerap terjadi. Dia berharap, pihak aparat bisa lebih memperketat pengamanan area pelabuhan. Selain itu, pihaknya juga berharap ada transparansi biaya pelabuhan untuk semua aktivitas.

Dari dialog yang dilakukan supir truk dengan Presiden Joko Widodo kemarin, praktik premanisme terjadi saat keadaan jalan sedang macet di mana preman naik ke atas truk, lalu menodongkan celurit kepada supir untuk dimintai uang.

Adapun pungli terjadi di sejumlah depo. Pengemudi truk dimintai uang Rp 5.000 - Rp 15.000 supaya bongkar muat bisa lebih dipercepat pengerjaannya. Jika tidak dibayar, maka pengerjaan bongkar muat akan diperlambat. Hal ini terjadi di Depo PT Greating Fortune Container dan PT Dwipa Kharisma Mitra Jakarta. 
Pantauan CNBC Indonesia dilapangan saat di kawasan JICT tampak jarang hampir tak terlihat himbauan banner stop pungli diarea tempat keluarnya truk.

Suasana dipinggir jalan kawasan Tj Priok arah Cilincing juga tak terlihat para kenek parkir di pinggir jalan semenjak ramenya kasus pungli.
Foto: Suasana Tanjung Priok, Jakarta Utara (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelangkaan kontainer masih terjadi yang memberatkan pelaku eksportir. Bahkan menurut pengakuan pengusaha kenaikan harga freight atau kargo bisa melonjak mencapai 1000% untuk tujuan Amerika dan Eropa. Namun kenaikan harga ini ternyata berpotensi menjadi bancakan perusahaan shipping line.

Menurut Amalia Hasanah, Ketua Ikatan Eksportir Importir (IEI) membeberkan ada perbedaan harga untuk mendapatkan kontainer. Dimana terdapat harga premium dan normal.

"Di gudang terjadi penumpukan karena misal kita butuh kontainer 10, tapi yang dilayani hanya 5. Itu juga rate sekarang ada istilah rate premium, jadi siapa berani bayar lebih maka dapat keistimewaan dapat kontainer mudah," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/11/2021).

Dia juga mempertanyakan kelangkaan kontainer ini terjadi dalam jangka waktu cukup lama, namun industri pelayaran belum mengurusi secara serius soal ini.

"Ini saya jadi berasumsi aneh kok pelayaran anteng-anteng saja kontainer langka, jangan jangan mereka menjadi sudah merasa tenang dengan harga yang bisa dimainkan seperti ini," jelasnya.

Kondisi ini membuat pengusaha ekspor impor mengalami kerugian karena barang yang sudah diproduksi tidak laku terjual hingga menumpuk di gudang. Amalia mengatakan bargaining position pengusaha juga semakin sulit karena kapal dari Amerika dan Eropa sudah jarang mampir ke Indonesia.

"Kenapa harus ada harga standar dan premium berarti kontainer itu ada. Tapi berapa kita berani bayar itu baru dilayani. Pemerintah harus intervensi hal ini, duduk bersama shipping liner," katanya.

Indonesia tidak memiliki armada kontainer antar benua. Sehingga harga acuan ini tergantung dari perusahaan pelayaran dari pihak asing.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Pusing Kelangkaan Kontainer Tak Ada Jalan Keluarnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular