Pertaruhan Nasib Industri Migas RI di Kala Transisi Energi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong transisi energi dari fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Pada 2025 mendatang bauran energi baru terbarukan ditargetkan bisa mencapai 23% dan Indonesia pun memiliki target mencapai netral karbon pada 2060.
Namun di sisi lain, pemerintah juga punya target produksi minyak mentah (crude) 1 juta barel per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang.
Lalu, bagaimana nasib industri hulu migas RI di tengah upaya transisi energi ini?
Menanggapi hal ini, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan bahwa prinsip dari transisi energi adalah bagaimana mendorong EBT menggantikan energi konvensional. Namun di Indonesia, menurutnya posisi EBT masih menjadi pendamping untuk mengisi kebutuhan energi di dalam negeri. Pasalnya, permintaan energi fosil masih akan tetap tinggi.
"Kalau posisi Indonesia justru EBT ini jadi mitra mengisi kebutuhan energi dalam negeri. Indonesia mendorong EBT karena kini masih sekitar 11% dan ditargetkan naik jadi 31% pada 2030, tapi kebutuhan minyak dan gas masih tinggi," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (01//11/2021).
Dwi menjelaskan, meski terjadi transisi, tapi kebutuhan pada minyak dan gas masih tinggi. Saat ini menurutnya porsi minyak adalah 29% dengan kebutuhan sekitar 1,6 juta barel per hari (bph).
Sementara produksi minyak mentah nasional saat ini hanya sekitar 700 ribu bph, dan produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kilang domestik sekitar 900 ribu - 1 juta bph.
Dia mengatakan, porsi bauran minyak bumi ke depan akan diturunkan menjadi 23%, lebih rendah dari posisi saat ini. Dengan demikian, bukan berarti hilang sama sekali.
"Bauran minyak di 2030 ditargetkan turun jadi 23%, kebutuhan minyak kita 2-2,2 juta bph. Masih meningkat dari sisi volume, persentase boleh turun, tapi ekonomi kita tumbuh, industri tumbuh, jumlah kendaraan tumbuh. Meski persentase turun, tapi volume naik," jelasnya.
Melihat kebutuhan pada migas yang masih tinggi di tengah transisi energi, menurutnya program pemerintah yang mencanangkan produksi minyak 1 juta bph pada 2030 masih sangat relevan. Bahkan, jika berhasil tercapai pun, diperkirakan masih belum bisa memenuhi kebutuhan yang naik jadi sekitar 2 juta bph.
"Masih kurang karena akan jadi 2 juta (bph) kebutuhannya. Katakan ada revisi RUEN jadi 1,8 (juta bph), tetap masih kurang juga. Minyak kekurangan, sedangkan gas relatif berlebih sehingga balance," tuturnya.
Dwi mengatakan, saat ini pihaknya fokus dalam mendorong produksi minyak. Namun demikian, diharapkan juga ada transisi, baik dari kendaraan dan industri, dari penggunaan minyak ke gas.
Berdasarkan laporan SKK Migas, produksi minyak terangkut (lifting) selama Januari-September 2021 rata-rata hanya mencapai 661 ribu bph atau 93,8% dari target tahun ini 705 ribu bph. Sementara lifting gas hingga September 2021 tercatat mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,2% dari target 5.638 MMSCFD.
Adapun total lifting migas hingga kuartal III 2021 ini tercatat mencapai 1,64 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau 96% dari target 1,71 juta BOEPD tahun ini.
[Gambas:Video CNBC]
Pasokan Gas RI Bakal Melimpah di 2030, Dijual ke Mana?
(wia)