Industri Semen Minta Batu Bara Murah, Ini Respons Penambang
Jakarta, CNBC Indonesia - Meroketnya harga batu bara membuat industri semen kesulitan memperoleh batu bara. Apalagi, saat ini pengusaha batu bara lebih memilih mengekspor daripada menjualnya di dalam negeri.
Kondisi ini membuat stok batu bara di industri semen menjadi semakin menipis dari yang biasanya bisa untuk 30 hari, kini hanya cukup untuk 10 hari.
Pengusaha semen pun meminta agar pemerintah menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara, termasuk terkait harga, untuk industri semen supaya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Lantas, bagaimana dari sisi penambang batu bara?
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, secara prinsip sebagai mitra pemerintah, pihaknya akan mematuhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
"Namun untuk usulan harga jual khusus batu bara (untuk industri semen), kami minta agar usulan ini dikaji kembali," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/10/2021).
Menurutnya, jika diberlakukan harga jual khusus, penerimaan negara dari peningkatan harga komoditas akan berkurang, karena kenaikan harga ini hanya terjadi sementara waktu, sehingga penerimaan negara tidak akan maksimal.
"Tentu tidak bisa dimaksimalkan untuk penerimaan negara," lanjutnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pada dasarnya DMO ini adalah subsidi untuk energi, sehingga perlu dipertimbangkan lagi apakah sudah tepat jika subsidi yang sama diberikan kepada industri semen, yang mana sifat harga semen juga dipengaruhi oleh permintaan dan suplai.
Hendra menyebut, dalam praktiknya industri semen bisa menggunakan batu bara dengan rentang kualitas yang sangat lebar, bahkan untuk batu bara yang ditolak oleh pembangkit listrik sekalipun.
"Misalnya batu bara dengan kadar ash (abu) tinggi, ash fusion rendah, sulfur tinggi, cv rendah atau tinggi sekalipun. Sebagai contoh, bahkan ada industri semen yang menggunakan petcoke yang juga digunakan sebagai incinerator," jelasnya.
Hendra mengatakan, berdasarkan pengalaman dari anggota asosiasi, dalam melihat industri semen selama ini dikenal dengan karakter pembeli (buyer), yakni mencari harga murah karena kemampuan menggunakan bahan bakar dengan range lebar tersebut.
"Sehingga sudah otomatis harga jual ke industri semen lebih murah. Kami masih terus melakukan diskusi dengan pemerintah untuk mencari penyelesaian yang terbaik," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia Widodo Santoso mengatakan, pasokan batu bara untuk industri semen sudah semakin menipis, sehingga banyak pabrikan yang mematikan operasinya.
Dia menjelaskan, paling tidak pasokan batu bara untuk pabrik semen hanya bertahan hingga 10 hari. Sebelum terjadi kelangkaan batu bara ini, pabrikan semen bisa mengamankan stok mencapai 30 hari.
"Pasokan luar biasa seret, jadi banyak anggota kami mematikan pabrik, misalnya punya pabrik empat dimatikan satu, punya pabrik lima dimatikan dua," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (25/10/2021).
"Mereka takut karena supply dalam negeri kritis," lanjutnya.
Widodo juga membeberkan harga beli batu bara dalam negeri untuk industri juga melonjak drastis dari Rp 550 ribu per ton pada akhir 2020, kini sudah melonjak Rp 1,1-1,2 juta per ton.
Widodo meminta pemerintah menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara untuk industri semen supaya bisa penuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini juga sudah disampaikan kepada Kementerian Perindustrian.
Menurutnya, DMO sangat dibutuhkan karena konsumsi semen pada kuartal IV 2021 ini terjadi lonjakan besar karena penyelesaian proyek pemerintah.
(wia)