Siapkan RS Baru, Eka Hospital Bakal Dirikan Cancer Center
Jakarta, CNBC Indonesia - Eka Hospital berencana menambah lima rumah sakit baru pada periode 2021-2025. Salah satunya yakni cancer center atau rumah sakit khusus penanganan kanker.
Chief Operating Officer (COO) Eka Hospital drg. Rina Setiawati mengatakan, Eka Hospital juga akan mendatangkan peralatan kesehatan yang belum tersedia di Indonesia, yaitu IORT (Intra Operative Radiation Therapy) untuk pusat perawatan kanker tersebut.
"Di mana di dalam terapi ini pasien yang menjalani operasi pengangkatan tumor bisa langsung menjalani radiasi atau radio therapy selama proses operasi itu sudah selesai sebelum nanti diakhiri operasinya," jelas dia dalam CNBC Indonesia Awards 2021 'The Best Healthcare Companies', Rabu (27/10/2021).
Dia memaparkan bahwa IORT untuk mencegah pembaruan dari kanker setelah pasien menjalani operasi. Adapun IORT dapat menghindari penundaan dalam pengobatan terapi kanker.
Di samping itu, Eka Hospital juga akan mendatangkan proton terapi. Namun, menurutnya, dibutuhkan persiapan yang cukup panjang dalam menyediakan layanan tersebut.
"Radio terapi yang digunakan dalam cancer treatment ini menggunakan partikel proton sehingga nanti menghasilkan suatu akurasi yang lebih tinggi dan dia akan bisa spare health issue lebih banyak sehingga dampak ke pasien juga akan lebih baik," kata Rina.
Sejak Juli 2021 Eka Hospital memiliki robotic navigation untuk kebutuhan bedah ortopedi. Robotic navigation itu merupakan yang pertama ada di Indonesia dan Asia Tenggara. Menurutnya, penggunaan teknologi ini dapat meningkatkan akurasi penempatan sekrup pada tulang belakang pasien.
"Dan ini minim sayatan sehingga pasien juga sayatan tidak usah terlalu panjang, sepanjang tulang belakangnya. Minim pendarahan juga dan tentunya akan membantu proses pemulihan pasien lebih cepat lagi," jelas Rina.
Dengan adanya peralatan tersebut, Rina berharap, masyarakat Indonesia tidak perlu lagi ke rumah sakit di luar negeri ketika membutuhkan perawatan. Dia mengatakan pandemi berdampak pada fasilitas kesehatan di Indonesia. Meski demikian, berbagai masalah itu, kata Rina timbul sebelum meningkatnya kasus Covid-19.
"Sebelumnya pandemi terjadi, Indonesia sebetulnya sudah mengalami masalah constraints capacity, di mana berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan pada Januari 2020, Indonesia hanya memiliki 32.544 bed untuk 270 juta jiwa penduduk. Itu sama dengan 1,2 bed untuk 1000 populasi," kata dia.
Adapun angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Hal ini juga terjadi pada rasio dokter di Indonesia, yakni 0,38 dokter per 1.000 populasi. Sementara di Malaysia 1,5 dokter per 1.000 populasi dan Thailand 0,8 dokter per 1.000 populasi.
"Di mana kita mendengar banyak pasien mencari tempat tidur, tempat perawatan, dan juga medical equipment sangat terbatas, seperti ventilator, bahkan beberapa dokter juga mulai sakit," katanya.
Dampak lainnya, menurut Rina, terjadi perubahan yang cukup masif dalam proses di rumah sakit. Selain itu, penerapan triase pada IGD dan penerapan zonasi untuk rumah sakit, seperti zona merah, zona kuning, dan zona hijau.
"Di antaranya adalah screening. Seperti yang kita ketahui dulu kita tidak pernah menjalani screening pada saat memasuki rumah sakit atau suatu area tertentu, tapi setelah Covid-19, screening harus dijalankan," kata dia.
(rah/rah)