Heboh Solar Langka, RI Kena Krisis Energi Kaya Singapura?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Selasa, 26/10/2021 08:50 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Jawa, belakangan ini mengeluhkan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar.

Lantas, mungkinkah RI terkena krisis energi seperti yang dialami Singapura yang mengalami kelangkaan pasokan gas?

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Soerjaningsih mengatakan, meski belakangan ini ada kelangkaan, namun pasokan Solar di Pertamina secara nasional maupun region aman.


"Sebenarnya dari sisi pasokan yang kami pantau setiap hari pasokan Pertamina cukup aman secara nasional dan secara per MOR atau per region," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (25/10/2021).

Namun dia mengakui, di beberapa lokasi ada penyalahgunaan Solar bersubsidi oleh pihak yang seharusnya tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi.

"Namun di beberapa tempat ada shifting dari penggunaan yang berhak menerima subsidi jadi yang tidak berhak. Ada indikasi ke arah sana dan mudah-mudahan sekarang sudah kembali normal," ujarnya.

Dia mengatakan, antrian panjang Solar belakangan ini terjadi karena dipicu semakin meningkatnya permintaan akibat pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), termasuk aktivitas pertambangan di tengah lonjakan harga sejumlah komoditas.

"Pasokan Solar dan Pertalite yang akhir-akhir ini terjadi antrian. Kalau kami amati bahwa kita tahu saat ini harga minyak naiknya cukup naik tajam. Kemudian, aktivitas masyarakat itu juga sudah kembali normal," tuturnya.

"Tadinya pada masa PPKM, sekarang jadi lebih longgar, kita kembali normal sama seperti kondisi sebelum Covid dari sisi konsumsi," imbuhnya.

Hal senada diungkapkan Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman. Saleh mengakui bahwa belakangan ini terjadi kelangkaan Solar bersubsidi di beberapa daerah, seperti Sumatera Utara, Jambi, dan Jawa.

Secara umum, dia menyebut saat ini kondisi sudah berangsur normal dan diupayakan segera kembali normal.

"Jadi memang kita alami beberapa kejadian kelangkaan (Solar) di Sumatera Utara, Jambi, dan Jawa. Secara umum semua kondisi telah normal, diupayakan normal," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (25/10/2021).

Dia pun mengatakan, adanya pelonggaran PPKM membuat permintaan Solar melonjak. Pada bulan Januari sampai Juni konsumsi harian Solar masyarakat rata-rata 35.000 kl. Akan tetapi, saat PPKM dilonggarkan, terjadi peningkatan konsumsi. Pada September 2021, konsumsi Solar masyarakat rata-rata naik menjadi 44.000 kl per hari.

"Kemudian kita lihat perkembangan, Januari - Juni konsumsi harian 35.000 kl. Pasca PPKM dilonggarkan konsumsi naik, di bulan September naik jadi 44.000 kl per hari," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, setelah terjadi lonjakan konsumsi ini, BPH Migas melakukan koordinasi dengan badan usaha penerima penugasan. Saleh menyebut, penyaluran Solar subsidi dilakukan secara ketat, dari kabupaten, kota, provinsi, hingga penyalur.

BPH Migas pun pada Selasa pekan lalu (19/10/2021), telah memutuskan untuk memberikan relaksasi distribusi Solar bersubsidi di mana PT Pertamina Patra Niaga diberikan kewenangan untuk pengaturan kuota lebih lanjut. Namun, jangan sampai melebihi kuota Solar subsidi tahun ini sebesar 15,8 juta kilo liter (kl).

"Yang dimaksud relaksasi itu juga di beberapa kabupaten. Gak bisa langsung di switch lapor dulu ke BPH, karena sudah diatur dan diketahui badan usaha, relaksasi 17 Oktober Pertamina dipersilahkan menyesuaikan kondisi di lapangan," jelasnya.

Mengenai stok Solar, Saleh sebut saat ini masih aman. Berdasarkan laporan tanggal 24 Oktober 2021, kondisi stok masih 1,3 juta kl, atau aman untuk 17 hari ke depan.

"Kondisi yang kita dapatkan menurut saya bahwa kondisi kelangkaan ini bersifat..(sementara), pasca relaksasi, pasca Pertamina diberikan penyesuaian, akan lebih baik ke depan," ucapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika bercerita, bulan lalu saat dia melakukan kunjungan ke Dapil, banyak laporan dari masyarakat yang menyebut terjadi kelangkaan.

Mengenai kelangkaan ini dia mengaku sudah berkomunikasi dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BPH Migas. Menurutnya, jawaban dari dua pihak ini adalah kelangkaan akibat adanya masalah cash flow di Pertamina.

"Masalah BBM ini pilarnya ada tiga yakni Menteri ESDM, Pertamina, dan BPH Migas. Waktu saya tanya satu-satu semuanya saling menghindar, Pertamina bilang dari BPH, BPH bilang karena Pertamina, saya ke Menteri juga komunikasi," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, masalah utama energi yang tidak boleh terjadi adalah kelangkaan. Kejadian kelangkaan ini menurutnya terjadi karena kurangnya antisipasi pemerintah dan badan usaha.

Dia mencontohkan, di Jawa saat ini sedang musim panen, di mana petani sudah tidak lagi memanen padi dengan tangan, namun dengan mesin yang membutuhkan Solar. Kondisi ini dia sebut tidak diantisipasi, sehingga terjadi kelangkaan.

"Pelaut tidak melaut karena gak ada Solar karena keadaan yang begini," sesalnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan