Antiklimaks, Erdogan Batal Usir Dubes AS Cs dari Turki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Turki dilaporkan batal mengusir dubes beberapa negara barat. Hal ini terjadi setelah beberapa kedutaan itu mengatakan bahwa mereka mematuhi konvensi diplomatik tentang non-intervensi.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meluapkan kemarahannya kepada duta besar dari Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (AS), yang menyerukan pembebasan tokoh filantropis yang dianggap kontra pemerintah, Osman Kavala.
"Tujuan kami bukan untuk menciptakan krisis, itu adalah untuk melindungi hak, hukum, kehormatan, dan kedaulatan negara kami," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi setelah memimpin rapat kabinet seperti diberitakan Reuters, Selasa (26/10/2021).
"Dengan pernyataan baru yang dibuat oleh kedutaan yang sama hari ini, sebuah langkah mundur diambil dari fitnah terhadap negara dan bangsa kita ini. Saya percaya para duta besar ini ... akan lebih berhati-hati dalam pernyataan mereka mengenai hak kedaulatan Turki."
Sementara itu, kedutaan AS di Ankara mengatakan bahwa kedutaan akan tetap patuh pada poin-poin konvensi Wina agar tidak mencampuri urusan dalam negeri Turki.
"AS mencatat bahwa mereka mempertahankan kepatuhan terhadap Pasal 41 Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik," tulis Kedutaan Besar AS di Twitter.
Hal ini juga diamini oleh Gedung Putih. Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.mengatakan bahwa Washington akan bekerja sama dengan Ankara demi memajukan hak asasi manusia.
"Kami teguh dalam komitmen kami untuk mempromosikan supremasi hukum, untuk mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara global," ujarnya
"Pemerintahan Biden mencari kerja sama dengan Turki dalam prioritas bersama, dan seperti sekutu NATO lainnya, kami akan terus terlibat dalam dialog untuk mengatasi ketidaksepakatan apa pun."
Kavala, seorang donatur untuk banyak kelompok masyarakat sipil, telah dipenjara selama empat tahun dengan dakwaan membiayai protes nasional pada 2013 dan dengan keterlibatan dalam kudeta yang gagal pada 2016. Ia saat ini dalam tahanan, sementara persidangan terakhirnya masih berlanjut.
(sef/sef)