Dear Pak Jokowi, Nih Solusi Agar Orang RI Tak Terjebak Pinjol
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemberian perlindungan sosial pada level pemerintahan bisa menjadi solusi mengatasi agar masyarakat tidak masuk dalam jeratan pinjaman online atau pinjol.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memandang, pemerintah perlu untuk menambahkan besaran insentif perlindungan sosial kepada masyarakat.
Seperti diketahui, tahun ini pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 186,64 triliun untuk program perlindungan sosial. Tauhid mengungkapkan, anggaran yang digelontorkan pemerintah tersebut hanya mampu mencukupi 22% sampai 25% kebutuhan penerima manfaat.
Oleh karena itu, Tauhid menyarankan agar pemerintah bisa menambah insentif bansos kepada penerima manfaat sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
"Itu bisa (diberikan kepada masyarakat) Rp 1,5 juta per bulan. Selama di masa pandemi dua tahun ini, walaupun lebih masih bisa saving untuk kebutuhan-kebutuhan besar lainnya. Jadi kalau kebutuhan masyarakat ditanggung 50% itu luar biasa," jelas Tauhid kepada CNBC Indonesia, Senin (25/10/2021).
Data penerima manfaat, kata Tauhid seharusnya bisa dikerucutkan lagi oleh pemerintah.
"Katakanlah berada pada 20% penduduk. Kalau kemarin program-program bansos hampir 50% mendapatkan, padahal data Susenas (Survei Sosial Ekonomi) banyak yang tidak tepat sasaran. Jadi bisa dikerucutkan lagi pada 20% masyarakat kelas menengah ke bawah," jelas Tauhid.
"Dan hampir 7% sampai 8% adalah masyarakat dengan miskin kronis atau paling menderita. Jadi, dibatasi pada yang paling menderita atau suffering," kata Tauhid melanjutkan.
Dengan target penerima manfaat yang dikurangi, otomatis ada keleluasaan anggaran bagi pemerintah untuk menambah besaran insentif kepada masyarakat.
Sehingga, kata Tauhid ada proporsi yang cukup baik bagi masyarakat menengah ke bawah yang terdampak pandemi Covid-19 untuk bisa mendapatkan insentif sesuai untuk memenuhi kebutuhannya.
"Menurut saya, yang miskin kronis itu jumlah bansosnya harus ditambah. Karena mereka tidak berdaya dari segi apapun," ujarnya.
Tauhid memberikan contoh, pemerintah bisa dengan memberikan bansos dengan syarat tertentu. Misalnya, dengan bansos besaran tertentu, masyarakat harus menjalankan usaha. Malah harus ditambah dengan subsidi bunga murah yang lebih murah dari kredit usaha rakyat (KUR) saat ini.
"Subsidi bunganya harus lebih ekstrem dari KUR. Karena kadang-kadang KUR itu meskipun diberikan subsidi bunga, tapi persyaratannya cukup ketat," tuturnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengungkapkan, sebelum pandemi kelas menengah yang rentan di Indonesia telah mencapai 115 juta orang. Mereka ini lah yang menjadi sasaran empuk untuk pemasaran pinjol ilegal.
Menurut Bhima permasalahan pinjol ilegal harus dibereskan dari hulu dan hilir secara sekaligus.
"Penggerebekan dan pemblokiran aplikasi pinjol ilegal itu kan di hilir. Yang di hulu berarti edukasi literasi keuangan dan perlindungan sosialnya ditambah. Ini pemerintah malah buru buru kurangi beberapa pos bantuan sosial di saat pemulihan ekonomi belum optimal," ujarnya.
"Solusi lain bisa diambil yaitu mendorong pinjaman dari lembaga keuangan yang legal. Program UMI, sampai KUR harus terus menjangkau masyarakat yang rentan," kata Bhima melanjutkan.
Di sisi lain, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, penambahan anggaran perlinsos memang harus dilihat dari berbagai aspek.
Terpenting, kata Yusuf penyaluran bantuan adalah salah satu tantangannya karena karakteristik atau tingkat kemiskinan antar satu daerah dengan daerah lain berbeda. "Sehingga, pendekatan diferensiasi antara daerah dalam penyaluran bantuan perlu dipertimbangkan oleh pemerintah," ujarnya.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengungkapkan pada 2019-2020 aduan masyarakat perihal aktivitas pinjol menempati urutan pertama.
Di urutan pertama tahun 2020 masih mengenai penagihan yang tidak beradab. Selain itu potongan fee di depan tidak diinformasikan dari awal. Selain itu angsuran bunga juga cukup besar.
"Serta pungutan administrasi di awal, jadi konsumen ketika meminjam katakanlah Rp 1 juta menerimanya tidak Rp 1 juta tetapi terkena potongan hampir 20-25%, jadi menerima Rp 750.000 sampai Rp 800.000 tidak diinformasikan dari awal. sementara mereka harus mengangsur dengan bunga yang cukup tinggi. ini yang tidak diinformasikan di awal," ujar Agus.
(mij/mij)