
Permintaan Solar Melonjak, Mungkinkah Kuota Solar Gak Jebol?

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPHÂ Migas) menyebut akan berupaya menjaga kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar tahun ini tidak jebol meski ada pelonggaran penyaluran Solar bersubsidi akibat kelangkaan yang terjadi di sejumlah daerah.
Seperti diketahui, tahun ini kuota Solar subsidi ditetapkan 15,8 juta kilo liter (kl).
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, kuota Solar subsidi tahun ini sudah ditetapkan, sehingga BPH Migas mengatur penyalurannya agar sesuai target dan tidak melampaui target yang ditetapkan. Dia mengatakan, pihak-pihak yang bisa menerima Solar subsidi pun sudah diatur dalam Peraturan Presiden No. 121 tahun 2014.
"Sudah diatur kelompok mana yang bisa terima subsidi," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (25/10/2021).
Dia menjelaskan, dalam menentukan kuota Solar subsidi tahun ini sebesar 15,8 juta kl, beberapa hal telah menjadi pertimbangan, seperti pertimbangan siapa saja yang berhak menerima hingga pertumbuhan konsumsi.
"Sudah bottom-up dari usulan daerah, badan usaha, dan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Sampai angka 15,8 juta kl ini harus diawasi baik oleh BPH Migas," lanjutnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, BPH Migas akan terus melakukan pengawasan demi menjaga kuota tahun ini tidak melampaui target yang ditetapkan.
"Di ujung tahun ini dengan pergerakan ekonomi tinggi sekali, di dua bulan terakhir kami terus monitoring untuk menjaga agar kuota 2021 gak terlampaui, ini yang kami lakukan dalam dua bulan ke depan," jelasnya.
BPH Migas mencatat penjualan Solar subsidi sampai dengan September 2021 mencapai 11,29 juta kl, atau sekitar 71% dari kuota tahun ini sebesar 15,8 juta kl. Adapun rinciannya yakni disalurkan oleh PT Pertamina (Persero) sebesar 11,16 juta kl dan PT AKR Corporindo Tbk sebesar 127.272 kl.
Seperti diketahui, harga Solar subsidi saat ini dipatok hanya Rp 5.150 per liter dengan besaran subsidi tetap Rp 500 per liter.
Sementara harga Solar non subsidi, berdasarkan data Pertamina, untuk jenis Dexlite per 18 September 2021 mencapai sekitar Rp 9.500 - Rp 9.900 per liter dan Pertamina DEX sekitar Rp 11.150 - Rp 11.550 per liter.
Disparitas harga yang terjadi membuat BBM solar ini rawan ditimbun. Agar kasus penimbunan Solar subsidi ini tak terulang lagi, skema subsidi Solar pun diusulkan diganti.
Hal tersebut diungkapkan Mantan Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno. Ari mengusulkan agar subsidi Solar diubah menjadi subsidi langsung berbasis ke orang, bukan lagi berbasis komoditas.
Jika hal ini dilakukan, maka menurutnya penimbunan akan bisa ditekan karena harga jual Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seragam.
"Ya hapus subsidi komoditas Solar dan ganti dengan subsidi langsung ke yang berhak. Kalau dilakukan penjatahan volume tertentu kepada pihak yang berhak atas subsidi, pasti efektifitasnya rendah," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/10/2021).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bensin Premium Semakin Ditinggalkan, Akankah Dihapus?