Internasional

Ngeri 'Tsunami Corona' Ancam Inggris, Ini Biang Keladinya

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
21 October 2021 13:05
A member of staff administers the Pfizer-BioNtech COVID-19 vaccine to a member of the public at Hyde Leisure Centre near, England, Friday Jan. 8, 2021. Mass vaccination hubs in London, Newcastle, Manchester, Birmingham, Bristol, Surrey and Stevenage are due to begin operations next week. ( AP Photo/Jon Super)
Foto: AP/Jon Super

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris kembali mengalami lonjakan Covid-19. Bukan hanya kasus infeksi, rawat inap, dan kematian juga meningkat jika dibandingkan negara-negara Eropa lain.

Inggris mencatat hampir setengah juta kasus dalam dua minggu terakhir dan hampir 50.000 kasus pada Senin (18/10/2021). Jumlah ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan gabungan kasus di Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol.

Tidak hanya itu, Inggris juga melaporkan 223 kematian pada Selasa (19/10/2021). Jumlah ini menjadi kasus kematian harian tertinggi sejak awal Maret.

Kenaikan ini juga diyakini akan terus terjadi. Bahkan ramalan baru dari Kementerian Kesehatan setempat menyebut kasus bisa menembus 100.000 per hari, seiring masuknya musim dingin.

Mengapa ini terjadi?

Kenaikan kasus juga terjadi pasca pelonggaran besar-besaran yang dilakukan Juli lalu oleh pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson. Berbeda dengan negara-negara Uni Eropa lain yang memberlakukan "paspor vaksin", Inggris menghentikan rencana untuk memberlakukannya.

Selain itu, penggunaan masker, jarak sosial dan tindakan lainnya tidak lagi diwajibkan oleh hukum di Inggris.Ini kontras dengan tindakan ketat di beberapa negara Eropa, di mana bukti vaksinasi atau tes negatif masih diperlukan untuk mengunjungi bar dan restoran atau bekerja di beberapa bidang, termasuk perawatan kesehatan.

Kesuksesan vaksinasi sebelumnya juga terganggu karena mandeknya program suntikan booster dan suntikan vaksin untuk anak. Belum lagi isu lain yakni ditemukannya mutase varian Delta, Delta Plus (AY 4.2) di negeri itu.

"Kebijakan yang luar biasa mengarah pada hasil yang luar biasa," kata seorang ahli epidemiologi di Queen Mary University di London, Deepti Gurdasani, dikutip dari CNN International, Kamis (21/10/2021).

"Ini sangat bisa diprediksi. Ini adalah konsekuensi dari membuka segalanya ... Kami mendekati musim dingin, dan segalanya hanya akan menjadi lebih buruk," tambahnya.

Inggris menggunakan AstraZeneca untuk vaksinasi Covid-19. Namun dari studi Kesehatan Masyarakat Inggris (PHE), perlindungan vaksin akan turun dari 66,7% ke 47% selama 20 minggu.

Ini berbeda jika dibandingkan dengan Pfizer. Di mana turun 90% ke 70% dalam waktu yang sama.

Dalam penelitian berbeda, efisiensi melawan pasien dirawat ke RS karena varian Delta juga turun 90% ke bawah 80% setelah 140 hari. Sementara Pfizer tetap 90%.

Para ahli, termasuk kepala perawatan kesehatan Johnson sendiri, menuntut perubahan aturan. Konfederasi Layanan Kesehatan Nasional (NHS), yang mewakili penyedia layanan, mendesak pemerintah untuk beralih ke "Rencana B", yang akan mencakup izin vaksinasi ala Eropa dan lebih banyak mandat masker.

"Ada serangkaian cara (di mana) kita tidak sejalan dengan Eropa Barat dan seluruh dunia," kata Profesor Kesehatan Masyarakat Eropa di London School of Hygiene & Tropical Medicine, Martin McKee.

"Kami telah melihat di negara-negara Eropa lainnya bahwa tindakan kolektif membuat perbedaan besar. Kita seharusnya bertanya pada diri sendiri: Apakah kita benar? (Karena) tidak ada bukti bahwa kita benar."

Namun hingga kini Johnson sendiri menolak mandat masker atau pembatasan yang lebih kuat untuk melindungi warga dalam beberapa minggu mendatang. Menteri Kesehatan Sajid Javid mengatakan tidak akan ada rencana lain meski meyakinkan bahwa pemerintah dalam posisi waspada.

"Semua pesan dan tindakan pemerintah mengarahkan bahwa kita semua telah keluar dari bahaya," tegas Gurdasani lagi.

"Ada banyak sekali pesan bahwa pandemi sudah berakhir, jadi banyak orang berpikir, kenapa harus khawatir?." tambah McKnee.

Menurut Worldometers, Inggris kini tercatat memiliki total 8.589.737 kasus infeksi dan 139.031 kasus kematian per Kamis (21/10/2021). Saat ini ada 1.421.995 kasus aktif Covid-19.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meledak! Covid Inggris Ngamuk, Kasus Harian Rekor Tinggi Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular