Pilunya Singapura: Diambang Krisis Listrik-Tagihan Membengkak

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
20 October 2021 17:30
Lonjakan Covid-19 yang terjadi membuat pemerintah Singapura memutuskan untuk memperketat pembatasan sosial warganya. (REUTERS/EDGAR SU)
Foto: Lonjakan Covid-19 yang terjadi membuat pemerintah Singapura memutuskan untuk memperketat pembatasan sosial warganya. (REUTERS/EDGAR SU)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga perusahaan retail listrik di Singapura memutuskan untuk berhenti dari bisnis listrik seiring dengan kendalanya pasokan energi seperti gas dan lonjakan harga gas dan bahan bakar lainnya.

Terakhir, Best Electricity, kemarin, Selasa (19/10/2021), memutuskan berhenti di bisnis ini dengan alasan volatilitas pasar energi membuat perusahaan "tidak memiliki pilihan lain".

Keputusan ini mengikuti jejak dua perusahaan sebelumnya, yakni iSwitch, perusahaan retail listrik independen terbesar di Singapura, dan Ohm Energy, perusahaan retail yang lebih kecil, yang telah memutuskan berhenti dari bisnis retail listrik ini pada pekan lalu.

Pada awal pekan ini, Union Power mengatakan akan menghentikan sekitar 850 akun ritel sebagai bagian dari reorganisasi bisnis. Pengecer independen ini menekankan, bagaimanapun, mereka tidak akan keluar dari pasar.

Mengutip Channel News Asia, Rabu (20/10/2021), pakar industri menganggap tidak akan mengejutkan jika lebih banyak pengecer memutuskan untuk keluar karena "badai sempurna" di pasar energi global dan domestik.

"Keluarnya pengecer listrik dan konsolidasi pasar telah berdampak pada konsumen, karyawan, dan pengecer yang tersisa. Ini adalah pertama kalinya kami mengalami ini sejak Pasar Listrik Terbuka diluncurkan ke rumah tangga pada 2018," kata dosen bisnis Tan Tsiat Siong dari Singapore University of Social Sciences, seperti dikutip dari CNA.

"Ini akan berimplikasi pada regulasi dan pemantauan Pasar Listrik Terbuka di masa depan," lanjutnya.


Tagihan Listrik Konsumen Membengkak

Kondisi ini juga berdampak pada meningkatnya tagihan listrik kepada konsumen karena harus menanggung beban biaya produksi listrik yang tengah melonjak saat ini.

Secara keseluruhan, konsumen harus mempersiapkan diri memperoleh tagihan listrik yang lebih besar, mengingat 95% listrik Singapura dihasilkan dari gas alam impor.

Awal bulan ini, Menteri Perdagangan dan Industri Gan Kim Yong mendorong rumah tangga untuk menggunakan listrik dengan "hati-hati" karena biaya akan meningkat menyusul dua kali lipat harga bahan bakar.

Namun, Prof Subodh Mhaisalkar, Direktur Eksekutif dari Energy Research Institute di Nanyang Technological University, mengatakan seseorang tidak boleh terlalu cepat menghapus Pasar Listrik Terbuka, karena inisiatif tersebut memang berhasil menghemat biaya bagi mereka yang beralih membeli listrik dari pengecer selama beberapa tahun terakhir.

Pasar juga telah melihat beberapa paket layanan unik dan penawaran inovatif di bidang energi hijau.

Sementara konsumen cenderung memiliki lebih sedikit pilihan dalam waktu dekat karena perkembangan global memacu laju konsolidasi pasar, ini "tidak perlu dikhawatirkan," tambahnya.

"Saya tidak berpikir ada kekhawatiran bahwa apa yang terjadi baru-baru ini dapat mempengaruhi Pasar Listrik Terbuka yang lebih luas. Jelas beberapa pemain lain akan keluar, tetapi saya pikir semua orang mengharapkan konsolidasi terjadi di beberapa titik dan ini lebih mungkin terjadi ketika kondisinya buruk," tuturnya, mencatat bahwa konsolidasi serupa juga terjadi di tempat lain seperti Inggris.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Nyata! Gegara RI, Singapura Bisa Hidup dalam Kegelapan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular