Rentan Penimbunan, Skema Solar Subsidi Diusulkan Diganti
Jakarta, CNBC Indonesia - Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Solar subsidi, rawan ditimbun karena disparitas harga yang sangat jauh antara harga Solar subsidi dan non subsidi.
Seperti diketahui, harga Solar subsidi saat ini dipatok hanya Rp 5.150 per liter dengan besaran subsidi tetap Rp 500 per liter, sementara harga Solar non subsidi, berdasarkan data Pertamina, untuk jenis Dexlite per 18 September 2021 mencapai sekitar Rp 9.500 - Rp 9.900 per liter dan Pertamina DEX sekitar Rp 11.150 - Rp 11.550 per liter.
Agar kasus penimbunan Solar subsidi ini tak terulang lagi, skema subsidi Solar pun diusulkan diganti.
Hal tersebut diungkapkan Mantan Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno. Ari mengusulkan agar subsidi Solar diubah menjadi subsidi langsung berbasis ke orang, bukan lagi berbasis komoditas.
Jika hal ini dilakukan, maka menurutnya penimbunan akan bisa ditekan karena harga jual Solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seragam.
"Ya hapus subsidi komoditas Solar dan ganti dengan subsidi langsung ke yang berhak. Kalau dilakukan penjatahan volume tertentu kepada pihak yang berhak atas subsidi, pasti efektivitasnya rendah," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/10/2021).
Ari pun menceritakan pengalamannya saat masih memimpin Pertamina. Dia mengatakan, saat itu subsidi minyak tanah masih besar dan subsidi juga berbasis pada komoditas. Ketika harga minyak melonjak dan ada disparitas harga minyak tanah subsidi di masyarakat, maka penyelewengan juga banyak terjadi.
Demi menekan penyelewengan ini, dia pun mengambil kebijakan untuk melakukan konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi.
"Pengalaman waktu masih ada minyak tanah subsidi sangat jelas tunjukkan hal itu. Oleh karenanya, waktu itu di era saya sebagai Dirut, diambil inisiatif untuk gantikan minyak tanah dengan LPG bersubsidi," jelasnya.
Meski dalam perjalanannya masih ada penyelewengan juga pada LPG subsidi, tapi menurutnya bisa lebih ditekan karena LPG lebih sulit diselewengkan daripada minyak tanah.
"LPG jauh lebih sulit untuk diselewengkan, meskipun masih bisa terjadi, tapi sangat terbatas jumlahnya," tuturnya.
PT Pertamina (Persero) menyatakan stok BBM jenis solar/diesel dan bensin cukup untuk masing-masing 17 dan 18 hari, meski di tengah isu terungkapnya praktik penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi jenis solar beberapa waktu lalu.
Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman menegaskan bahwa saat ini stok BBM Pertamina dalam kondisi cukup sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap dihimbau membeli BBM sesuai kebutuhan.
"Stok untuk produk yang meningkat signifikan yaitu Solar mencapai 17 hari dan Pertamax mencapai 18 hari. Pengiriman dari Terminal BBM juga terus dilakukan setiap hari ke seluruh SPBU dan Kilang juga terus berproduksi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," ungkapnya dikutip dari keterangan resmi Pertamina, Selasa (19/10/2021).
Khusus untuk Solar, Pertamina telah melakukan penambahan volume penyaluran ke beberapa wilayah yang mengalami peningkatan konsumsi secara signifikan seperti Sumatera Barat sebesar 10%, Riau 15%, dan Sumatera Utara 3,5%.
"Mengingat Solar adalah BBM Bersubsidi, kami sangat cermat dalam melakukan penambahan penyaluran agar bisa tetap tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oknum-oknum tertentu," tegas Fajriyah.
Seperti diketahui, Pertamina dan Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Korpolairud Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Kepolisian berhasil mengungkap penampungan BBM jenis solar bersubsidi secara ilegal di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Penggerebekan merupakan hasil pengembangan kasus serupa di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, pada 20 September lalu. Kasus bermula saat diketahui adanya penurunan penjualan solar non subsidi ke industri.
Selanjutnya, Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri memulai pengintaian dan pengamatan dari 4 Agustus hingga 3 September 2021. Hasilnya, pada 20 September 2021, dilakukan penangkapan pelaku penyalahgunaan solar bersubsidi di kapal yang tengah berada di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah.
(wia)