KKP Tinjau Ulang Harga Patokan Ikan, dan Aturan Penangkapan

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Senin, 18/10/2021 15:35 WIB
Foto: Dok KKP

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyusun Rancangan PP tentang Penangkapan Ikan Terukur dan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Kontrak. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan pembahasan peraturan melibatkan berbagai pihak baik internal KKP, pelaku usaha perikanan tangkap, nelayan tradisional, asosiasi perikanan, serta akademisi.

"Selain sistem kontrak dan penangkapan ikan terukur, kita juga kembali bahas produktivitas kapal penangkapan ikan dan harga patokan ikan (HPI) yang sebelumnya telah dilakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi terkait," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (18/10/2021).

Sebelumnya KKP telah menggelar pertemuan dengan pelaku usaha perikanan tangkap di beberapa tempat, yaitu Muara Baru, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Mayangan, Cirebon, Belawan, Pemangkat, Bitung, dan Denpasar guna menjaring masukan masyarakat nelayan terkait pelaksanaan PP 85/2021. Adapun KKP tengah mengkaji kemungkinan penyesuaian atas HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan.


Diketahui, peraturan pelaksana yang dibahas merupakan sebagian mandat PP 85/2021 yang dituangkan pada 8 peraturan pelaksana terkait subsektor perikanan tangkap. Antara lain 3 Rancangan Peraturan Menteri dan 5 rancangan Keputusan Menteri. Dari total 8 peraturan telah selesai sebanyak 6 peraturan dan 2 peraturan dalam proses penyusunan.

"Sementara aturan mengenai penangkapan ikan terukur akan kita dorong dalam bentuk peraturan pemerintah. Ini akan menjadi payung hukum yang lebih kuat untuk pelaksanaan di lapangan nanti," ujar Zaini.

Beberapa materi muatan rancangan peraturan pemerintah terkait penangkapan ikan terukur, antara lain pembagian daerah penangkapan ikan, yaitu zona industri, zona nelayan lokal, dan zona pemijahan dan daerah bertelur (nursery and spawning grounds).

Selain itu, memuat ketentuan kerja sama sistem kontrak terkait estimasi potensi, jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dan alokasi sumber daya ikan, alat penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, awak kapal perikanan, dan suplai pasar domestik.

Dalam kesempatan yang sama, Plt Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap Trian Yunanda menjelaskan, ada tiga variabel penentu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor perikanan tangkap. Meliputi penentuan tarif dari Kementerian Keuangan, serta HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh KKP.

Untuk menentukan HPI dan produktivitas tersebut, lanjut Trian, KKP menggunakan data dua tahun terakhir yang dikumpulkan dari 124 pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia. Menurutnya, data tersebut tidak mungkin dimanipulasi karena KKP diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

"Nah, jadi terkait HPI ini, terakhir ditetapkan tahun 2011 dengan basis data 2010. Jadi ini sudah 10 tahun tidak ada penyesuaian. Kita enggak bisa memanipulasi harga itu, tentunya 10 tahun harga-harga sudah naik, inflasi, dan tentunya kita harus melakukan penyesuaian," tegasnya.

Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra mengatakan hadirnya PP 85/2021 lebih bagus dari PP 75/2015 karena memberikan peluang besar terhadap keberpihakan perekonomian pelaku usaha. Meski demikian, perlu adanya pengkajian ulang pada Pasal 2 Ayat 6 terkait produktivitas kapal penangkapan ikan dan Ayat 7 mengenai harga patokan ikan.

"Kami hanya meminta KKP, bagaimana kita berdiskusi untuk mendapatkan hal yang bisa sama-sama diterima. Apa pun yang terjadi kami tetap ke laut, siapa tahu dengan naiknya ini kami buang pancing hasilnya juga naik. Jadi bisa menutup semuanya," kata dia.

Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto menegaskan, evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Kementerian Kelautan dan Perikanan.


"Ini bukti bahwa Pak Menteri mendengar aspirasi masyarakat. Tapi harus diingat bahwa semangat hadirnya aturan yang dibuat adalah untuk menjaga sumber daya alam perikanan kita berkelanjutan. Aturan ini juga wujud keadilan bagi semua pihak, antara negara dan masyarakat yang selama ini memanfaatkan sumber daya alam perikanan yang ada," tegasnya.

Doni meminta pelaku usaha perikanan bersikap fair bila nantinya sudah ada perubahan harga patokan ikan sebagai acuan penarikan PNBP subsektor perikanan tangkap. Menurut dia, HPI baru merupakan win-win solution karena penetapannya melibatkan banyak pihak.

"HPI sebelumnya ditetapkan 10 tahun lalu. Sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang, karena ada yang undervalue bahkan ada beberapa yang tidak fair, tidak hanya bagi pelaku usaha tapi juga negara. Nah angka ini yang dicari titik temunya. Maka dari itu, saluran komunikasi ini harus dimanfaatkan dengan optimal," pungkasnya.


(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini