Internasional

Bukan RI! Negara Ini Untung Banyak karena Krisis Energi Dunia

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
18 October 2021 14:50
Gedung Kremlin di Moskow, Rusia
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga gas dunia melambung tinggi pada tahun 2021 bahkan sempat mencapai kenaikan tertinggi 146% pad 6 Oktober 2021 di pasar Henry Hub Natural Gas. Kenaikan harga gas ini menimbulkan krisis energi di Eropa dan mulai menjalar ke negara lain seperti China.

Gubernur Indonesia untuk Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) 2015-2016 Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, setidaknya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut.

"Krisis energi di Eropa khususnya Inggris oleh adanya perfect storm, kondisi musim panas dan dingin yang parah. Ditambah dengan keterbatasan pasokan dari Rusia sebagai salah satu pemasok utama bagi Eropa," ujarnya dalam acara webinar "Krisis Energi Mulai Melanda Dunia, Bagaimana Strategi RI?" yang digelar IKA FH UNDIP pada pekan lalu.

Faktor lainnya adalah Eropa sangat bergantung ke gas di tengah tekanan menuju "energi bersih" dengan meninggalkan batu bara. Sehingga menciptakan kondisi sempurna untuk mendorong harga gas naik sangat tinggi.

Melihat harga yang naik tinggi, kurang afdol rasanya jika tidak membahas siapa yang paling diuntungkan dari harga gas yang meroket. Tapi sebelumnya, tak enak jika tak melihat negara mana yang memproduksi gas terbesar dunia.

Berdasarkan BP Statistic Review 2021, Amerika Serikat (AS) jadi negara yang memiliki produksi gas terbesar di dunia dengan total produksi 914,6 juta meter kubik. Negeri Paman Sam memiliki pasar 23,7% dari total produksi gas alam di dunia.

Peringkat dua ditempati oleh Rusia dengan total produksi 638,5 juta meter kubik pada tahun 2020. Negeri ini berkontribusi 16,6% dari total produksi gas alam dunia.

Selanjutnya ada Iran di peringkat ketiga dengan produksi 250,8 juta meter kubik. Disusul China dengan total produksi 194 juta meter kubik dan Qatar memproduksi 171,3 juta meter kubik gas alam pada 2020.

Di atas kertas, AS dan Rusia diuntungkan dari naiknya harga gas dunia. Namun, mengingat krisis energi terjadi di Eropa, maka Rusia lah yang lebih diuntungkan karena suplai Negeri Beruang Merah itu tercatat sebesar 43,4% dari total penggunaan gas di Eropa.

Sementara AS malah menjadi salah satu korban krisis energi. Ini karena defisit gas alam akibat pertumbuhan permintaan energi yang umumnya melampaui pertumbuhan pasokan.

Di Rusia, harga gas negara adidaya tersebut sudah naik 113,07% dari Januari 2021 bahkan jika diukur dari harga terendah Juni 2020, kenaikannya sudah mencapai 880%. Saat ini harga gas alam Rusia sebesar US$ 15,49 / mmbtu (Million Metric Brtitish Thermal Unit).

Eropa memang sangat bergantung pada impor gas alam yang datang dari luar blok, karena produksi dalam negeri menurun. Data kantor statistik Eurostat memaparkan blok ini harus mengimpor hampir 90% gas alamnya dari luar blok pada 2019, salah satunya dari Rusia.

"Kondisi terjepitnya Eropa menguntungkan Rusia dan bisa memuluskan ambisi Rusia soal proyek pipa gas Nord Stream 2 yang kontroversial untuk membawa gas lebih banyak ke Eropa melalui Baltik," kata seorang analis pasar.

Nord Stream adalah proyek Rusia dan Jerman bernilaiUS$ 11 miliar. Saat ini proyek tersebut mandek karena AS menentangnya seraya memperingatkan "bahaya keamanan energi Eropa".

Rusia, disebut akan menggunakan pasokan energi untuk menanamkan pengaruh di Eropa. Terbaru, AS bahkan memberi sanksi pada perusahaan yang terlibat, di Mei 2021.

Sebelumnya Eropa memang sempat menyalahkan Rusia atas mahalnya harga gas yang terjadi. Parlemen Eropa "menuduh" perusahaan gas Rusia, Gazprom, memanipulasi harga gas.

Dalam surat tuduhan itu, para anggota parlemen menyebut berkurangnya aliran gas merupakan upaya Moskow menekan Eropa agar mau mengaktifkan pipa gas Nord Stream 2.

"Semua faktor ini memungkinkan untuk mencurigai bahwa rekor lonjakan harga gas alam di Eropa dalam beberapa pekan terakhir mungkin merupakan akibat langsung dari manipulasi pasar yang disengaja oleh Gazprom," kata surat itu.

Juru Bicara Kremlin memberikan pernyataan yang mendukung dibukanya pipa gas Nord Stream 2 dengan dalih penyeimbangan harga gas.

"Pengaktifan cepat pipa gas Nord Stream 2 dari Rusia ke Jerman akan menyeimbangkan harga gas yang tinggi di Eropa, termasuk di pasar spot," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada Reuters.

Vladimir Putin mengelak dari tuduhan manipulasi harga gas oleh negara yang dipimpinnya dari para politisi Eropa. Putin menyalahkan pilihan Eropa untuk membeli gas di pasar spot bukan dengan skema jangka panjang. Ini kata Putin adalah sebuah kesalahan.


(ras/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Lagi Nih! Ternyata Indonesia Dapat Berkah Rp 5,79 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular