
Harga Batu Bara Ngamuk, Pabrik Ramai-Ramai Matikan Pembangkit

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya harga batu bara memaksa sejumlah pabrik untuk meninggalkan komoditas ini sebagai sumber energi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengungkapkan langkah ini mau tidak mau dilakukan banyak pabrik tekstil karena harga batu bara sudah terlampau tinggi.
"Kondisinya sekarang beberapa anggota kita sudah switch, mereka matikan pembangkit dan switch ke PLN," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/10/21).
Batu bara bukan hanya digunakan sebagai sumber energi, namun juga bahan baku dari gasifikasi batu bara. "Kita kena pukul dua kali, di cost energi dan harga bahan baku akibat harga batu bara juga," ujar Redma.
Pilihan Redaksi |
Kenaikan harga batu bara saat ini karena Indonesia mengikuti harga internasional, dimana menurut pasar ICE Newcastle (Australia), kemarin harganya turun 1,92% menjadi US$ 255/ton, namun selama 3 hari berturut-turut sebelumnya komoditas ini terus mengalami kenaikan sebesar 15,61% dan sempat menyentuh rekor tertinggi US$ 280/ton.
"Batu bara punya tanah air kita, artinya sebelum ekspor memang harusnya kita terpenuhi dulu. Yang jadi masalah DMO (domestic market obligation) dilaksanakan 25% tapi harga ikut internasional, ini juga agak aneh. Karena itu punya kita harusnya harga jangan internasional, batu bara itu punya rakyat Indonesia, menitipkan ke pemerintah, pemerintah ngasih izin penambang.
Ketika pemerintah memberi izin pertambangan, seharusnya pemerintah bisa mengatur berapa persen untuk lokal. Menurutnya, jika diharuskan untuk ekspor, maka mengikuti harga internasional maka itu tidak menjadi masalah. Sementara untuk lokal seharusnya menghitung berapa cost untuk menambang ditambah profit maka selesai, sehingga tidak mengikuti permintaan dan penawaran di pasar internasional.
"Harga lokal spesial buat kita keekonomian seperti kemarin diatur dalam harga gas kan naik sampai USD9 per MMBTU, karena internasional naik, tapi Pak Jokowi ambil harga keekonomian (menjadi USD6 per MMBTU )yang memang gas itu punya kita, sama batubara juga punya kita harusnya kasih industri dengan harga keekonomian, bukan internasional," kata Redma.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret 'Sesaknya' Jalur Utama Tongkang Batu Bara di Sungai Mahakam