
Berkah di Tengah Krisis Gas Eropa, Gas RI Laris Manis

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak negara di dunia, baik Eropa seperti Inggris sampai Asia seperti China mengalami krisis energi. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pasokan batu bara dan gas di tengah lonjakan permintaan energi akibat pemulihan ekonomi, sehingga berdampak pada lonjakan harga komoditas tersebut.
Di tengah krisis pasokan gas yang dialami Inggris atau negara-negara Eropa lainnya, ini merupakan berkah bagi Indonesia. Sebagai salah satu negara pengekspor gas, khususnya gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG), ini merupakan sebuah keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, gas RI yang melimpah kini menjadi laris manis akibat krisis gas ini.
Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Arief S. Handoko mengatakan, kenaikan harga gas ini berdampak ke penjualan gas alam cair (LNG) di pasar ekspor, khususnya penjualan kargo LNG di pasar spot tahun ini. Apalagi, tahun ini ada beberapa kargo LNG Indonesia yang belum memiliki pembelinya.
"Kenaikan harga gas/LNG internasional tentu sangat berdampak pada penjualan LNG ke pasar ekspor, khususnya untuk penjualan kargo-kargo spot di tahun 2021," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (14/10/2021).
Mengenai dampak ke penerimaan negara akibat lonjakan harga gas ini menurutnya masih dilakukan penghitungan, seberapa besar dampak ke peningkatan penerimaan negara.
"Kami masih menghitung nilai dari peningkatan penerimaan negara akibat kenaikan harga ini," lanjutnya.
Arief mengatakan, kondisi ini juga akan sangat berpengaruh pada penjualan LNG di tahun depan. Akan tetapi, saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan apakah kargo LNG yang belum terkontrak (uncommitted cargoes) tahun depan akan lebih sedikit dibandingkan tahun ini atau tidak.
"Karena tergantung dari produksi gas yang ada. Namun, dengan kondisi harga saat ini, penjualan uncommitted cargo tahun depan akan memberikan keuntungan buat negara," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan uncommitted cargoes tahun ini sudah terjual secara keseluruhan.
"Sudah," ujarnya membenarkan semua LNG RI sudah terkontrak/terjual.
Sebelumnya, pada Juni 2021 lalu Arief mengatakan bahwa belum semua LNG yang diproduksi RI berkontrak atau ada pembelinya.
SKK Migas memperkirakan ada kelebihan produksi sekitar 12 kargo LNG dari Kilang Bontang, Kalimantan Timur pada tahun ini, sehingga belum ada pembelinya. Dari jumlah tersebut, ada enam kargo LNG yang sedang diupayakan mendapatkan pembelinya.
"Dari Bontang di forecast saat ini ada sekitar 12 kargo, di mana enam kargo sedang kita usahakan untuk bisa di ambil oleh existing buyer sebagai akselerasi kontrak," tutur Arief kepada CNBC Indonesia saat ditanya apakah hingga saat ini masih ada kargo LNG yang belum terkontrak, Selasa (15/06/2021).
Sementara itu, LNG dari Kilang Tangguh di Papua Barat menurutnya sudah terkontrak sepenuhnya dengan pembeli.
"Dari Tangguh di 2021 ini sudah sold out," ucapnya.
SKK Migas mencatat lifting minyak dan gas (migas) Semester I 2021 masih tak mencapai target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
Lifting minyak pada semester I 2021 rata-rata mencapai 666,6 ribu barel per hari (bph), atau baru 94,6% dari target lifting minyak tahun ini yang dipatok sebesar 705 ribu bph.
Sementara realisasi penyaluran (lifting) gas hingga Juni 2021 rata-rata mencapai 5.430 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 96,3% dari target tahun ini 5.638 MMSCFD.
Untuk total lifting migas pada semester I 2021 ini tercatat rata-rata 1,64 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), atau 95,6% dari target 1,71 juta BOEPD.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa-Singapura Krisis Pasokan Gas, RI Aman?
