Waduh Batu Bara Meroket, Harga Baju Makin Mahal, Kok Bisa?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Rabu, 13/10/2021 14:52 WIB
Foto: Penjual baju muslim di Thamrin City. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus melonjak tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 260/ton, naik 0,97% dari hari sebelumnya. Bukan tidak mungkin, tren bullish ini terus berlanjut.

Ketika harga batu bara terus naik, ada dampak lain yang harus dibayar, yakni kenaikan biaya produksi dari berbagai sektor yang menggunakan energi ini, salah satunya adalah tekstil. Hal itu juga bakal merembet pada kenaikan harga baju atau celana yang juga semakin mahal.

"Harusnya demikian (ada kenaikan harga)," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/21/2021).



Tekstil memiliki ekosistem yang bercabang, salah satunya industri serat dan benang filamen. Industri ini menggunakan batu bara untuk pembangkit dan sebagian kecilnya untuk mesin uap. Namun, perusahaan yang menggunakan batu bara sebagai pembangkit listrik, maka biaya produksinya akan semakin besar.

Apalagi, jika ditambah dengan kenaikan harga bahan baku. Adapun bahan baku tekstil yang dominan salah satunya adalah kapas, di mana harganya saat ini sudah mencapai US$ 1,16/pon atau sekitar Rp 16.530/pon (asumsi kurs Rp 14.250/US$). Pada pekan lalu, harga kapas dunia telah melesat lebih dari 6%, sedangkan sepanjang tahun ini (year-to-date/YTD), harga kapas sudah meroket hingga 47%.

"Kalau memang ada kenaikan bahan baku. Kalau kapas naik, kan harga tekstil juga naik," ujarnya.

Kenaikan harga tekstil akan berlanjut bergantung pada harga batu bara dan bahan baku. Jika kenaikan harga batu bara terus berlanjut, maka tekstil pun akan terbang.

"Dan bukan hanya tekstil harusnya," kata Anne.



(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Di Tengah Transisi EBT, Batu Bara Tetap Jadi Andalan