Uang Negara Demi Kereta Cepat China, Relakah Anda?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo membentuk Komite Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) untuk menyelesaikan proyek ini. Bahkan menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai ketua.
Artinya proyek ini memang dikejar penyelesaiannya yang ditarget pada akhir tahun 2022 mendatang, meski banyak masalah yang harus dihadapi. Termasuk dukungan pembiayaan oleh APBN atau uang negara.
Masalah yang menghimpit proyek ini mulai dari pembengkakan biaya sampai US$ 1,3 - US$ 1,6 miliar atau setara Rp 18,3 triliun - Rp 22,5 triliun dengan kurs (Rp 14.100/US$), hingga konsorsium Indonesia tidak bisa membayar ekuitas dasar untuk proyek ini.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto menjelaskan langkah yang dilakukan komite terkait nilai proyek yang bengkak.
Setelah kajian cost over run dan negosiasi dengan kontraktor selesai, hasilnya akan disampaikan ke Komite. Setelah itu Kementerian BUMN juga akan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit.
"Nanti akan dihitung lagi secara detail apa ada sudah sesuai kontrak, apakah terjadi perubahan desain apa justifikasinya kenapa berupa, apa memang ada kesalahan pada kontraktor," kata Seto, dalam Evening Up CNBC Indonesia, dikutip Rabu (13/10/2021).
Setelah audit keluar baru komite akan membicarakan bagaimana melakukan pembiayaan cost over run.
Seto mengingatkan struktur pembiayaan KCJB 75% dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CDB), 25% dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25% ekuitas, 60% diantaranya berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
"Artinya apa kalau 60% dari 25% ekuitas konsorsium itu kira-kira 15% ya. Jadi 85% proyek ini dibiayai Tiongkok," katanya.
Fokus pemerintah saat ini menyelesaikan proyek ini. Dimana dari hasil operasi juga diharapkan bisa digunakan untuk pembayaran proyek. Ini yang menjadi pertimbangan komite untuk membiayai pembengkakan biaya KCJB.
"Tentunya kita (komite) juga akan negosiasi dengan pemerintah China, dan CDB untuk menanggung beban ini bersama -sama termasuk dengan kontraktornya, saya kira itu nanti ada tahapannya," katanya.
Seto menegaskan pembengkakan biaya US$ 1,3 - US$ 1,6 miliar hanya dibebankan 100% ke Indonesia. Jika melihat struktur pembiayaan saat ini berarti porsi Indonesia hanya 15% dari cost over run yang ditanggung Indonesia.
(dru)