
Harga Batu Bara 'Meledak', DPR Minta Royalti Naik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara saat ini masih tinggi di atas US$ 200 per ton, meskipun kini dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren penurunan. Harga batu bara pada akhir pekan lalu, Jumat (08/10/2021) ditutup berada di sekitar US$ 225,75 per ton.
Agar berkah kenaikan harga batu bara ini tidak hanya dinikmati pengusaha, melainkan juga oleh negara, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengusulkan agar royalti batu bara dinaikkan.
Dalam program "Energy Corner" CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021), dia mengakui bahwa kenaikan harga batu bara ini berdampak pada meningkatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta pajak. Namun menurutnya, ini perlu dioptimalkan dengan menaikkan royalti.
"Dengan harga tinggi, saya juga usulkan royalti dari batu bara bisa dinaikkan. Royalti dinaikkan, sehingga keuntungan kita melalui ekspor bisa dinaikkan," ungkap anggota Fraksi PKSĀ ini kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).
Namun demikian, menurutnya pemerintah juga perlu menjaga pemenuhan kebutuhan batu bara domestik. Jangan sampai, imbuhnya, keperluan dalam negeri justru diabaikan oleh pengusaha batu bara yang cenderung memilih ekspor karena harga ekspor lebih tinggi mengikuti harga pasar, sementara harga batu bara di dalam negeri dibatasi maksimal US$ 70 per ton.
"Artinya, di tengah harga komoditas naik ini, pemerintah atur agar keperluan dalam negeri bisa dipenuhi. Pengawasan harus ketat dan konsisten," jelasnya.
Sebelumnya, Ekonom INDEF Abra Talattov menilai pemerintah perlu melihat apakah mungkin menerapkan windfall profit tax alias pajak tambahan karena meledaknya harga komoditas di atas harga tertentu, sehingga terjadi peningkatan keuntungan perusahaan di atas kondisi normal.
"Pemerintah bisa exercise apakah mungkin menerapkan windfall profit tax. Ada kondisi extraordinary dalam satu sektor terdapat peningkatan keuntungan di luar ekspektasi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (07/10/2021).
Abra mengatakan, dalam konteks reformasi perpajakan, pemerintah mestinya tidak hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Menurutnya, pengenaan pajak ini diperlukan untuk mendukung penerimaan negara dari sektor pertambangan yang harganya tengah melonjak "gila-gilaan" saat ini.
Pasalnya, jika hanya mengandalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), maka penerimaan negara tidak akan signifikan karena jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak untuk sektor pertambangan telah diatur, seperti iuran tetap, besaran royalti, dan lainnya, sehingga tidak akan berpengaruh signifikan.
"Dengan regulasi existing ini belum berdampak signifikan pada pengurangan utang pemerintah," ucapnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Terkini: Dari Kritis, Pasokan Batu Bara PLN Kini Naik!
