Batu Bara - EBT Melimpah, Yakin RI Terhindar dari Krisis?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
11 October 2021 11:55
PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)
Foto: PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara di dunia tengah dilanda krisis energi, misalnya Inggris dan China. Terjadinya krisis energi ini ditandai dengan terbatasnya pasokan energi di tengah melonjaknya permintaan akibat pemulihan ekonomi, sehingga turut mendongkrak harga beberapa komoditas energi, seperti gas dan batu bara.

Menanggapi krisis energi yang terjadi, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pun angkat bicara. Dia mengatakan, berkaca pada negara lain yang mengalami krisis seperti Inggris, China, dan India di mana sumber energi yang digunakan didominasi oleh sumber energi tertentu.

Misalnya saja Inggris dominan menggunakan gas untuk kebutuhan energi karena gas dianggap menjadi energi alternatif untuk bertransisi karena lebih bersih dibandingkan energi fosil lainnya.

"Mereka sangat relatively didominasi beberapa sumber, Inggris dominasi gas tinggi, saat harga gas atau penyiapan gas terganggu, secara umum jadi terganggu," papar anggota Fraksi PKSĀ ini dalam program "Energy Corner" CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).

Sementara Indonesia menurutnya penggunaan energinya relatif beragam, meski saat ini didominasi oleh batu bara sebesar 70%. Namun demikian, ada pasokan energi lainnya berbasis energi terbarukan berasal dari air, panas bumi, dan surya di mana sumber energi ini berasal dari dalam negeri.

"Kalau kita relatif energy mix, saat ini 70% masih batu bara dan ditambah sumber lain, air, panas bumi, panas matahari. Sumber dayanya ada di dalam negeri, sehingga ketahanan baik," jelasnya.

Meski demikian, Mulyanto memberikan catatan agar RI lebih berhati-hati karena 70% sumber energinya masih tergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Saat ini harga batu bara telah tembus US$ 200 per ton. Akibatnya, pasar ekspor akan lebih menarik bagi pengusaha, dibandingkan pasar dalam negeri di mana harganya dibatasi maksimal US$ 70 per ton.

"Pengusaha nakal bisa ekspor batu bara, kalau itu terjadi melebihi DMO, PLN kita bisa gelap. Pemerintah harus awasi benar DMO ini, gak boleh dilanggar, kalau dilanggar berikan sanksi keras," tegasnya.

RI memiliki cadangan batu bara yang melimpah di dalam negeri. BP Statistical Review 2021 menyebut RI merupakan pemilik cadangan batu bara terbesar ketujuh di dunia mencapai 34,87 miliar ton, statusnya ini berlaku hingga akhir 2020.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, status per Juli 2020, jumlah sumber daya batu bara RI mencapai 148,7 miliar ton dan cadangan 39,56 miliar ton.

Produksi batu bara tahun ini ditargetkan 625 juta ton, sekitar seperempat dari produksi digunakan di dalam negeri, mayoritas untuk PLTU dan selebihnya diekspor.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Suntik Mati Semua PLTU, Ini Cara PLN Kurangi Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular