Pemerintah Ngebor Panas Bumi, Biaya Investor Bisa Turun 60%
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah turut mengambil peran dalam pengembangan panas bumi, salah satunya dengan melakukan pengeboran sumur sumur eksplorasi. Tujuannya tak lain untuk memangkas biaya yang akan ditanggung oleh investor nantinya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arif Munandar.
Arif pun menjelaskan beberapa langkah yang diambil pemerintah supaya bisa menekan biaya investasi panas bumi, yakni mulai dari pemberian insentif tax allowance, tax holiday, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) dari 5-10 tahun, serta pembebasan bea masuk selama dua tahun untuk mesin, peralatan, dan bahan baku.
"Selain itu, ada eksplorasi panas bumi dari pemerintah, di sini kegiatan ini mengurangi biaya pada tahap pengusahaan panas bumi, langkah ini diambil semoga investor tertarik dalam pengembangan panas bumi di Indonesia," katanya dalam wawancara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (4/10/2021).
Ketua Umum National Center for Sustainability Reporting-Energy (NCSR-E), Sugeng Riono, mengatakan risiko harus diidentifikasi, supaya bisa menakar harga risiko dari proyek itu menjadi investasi. Dia menyebut bahwa biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi di energi panas bumi begitu besar.
"Eksplorasi itu high risk, risiko yang masih bisa takar bisa mencapai US$ 1,2 juta, tapi di atasnya ada power plant-nya sendiri untuk memastikan bisa mendapatkan tegangan listrik itu (biayanya) sedikit di atas eksplorasi US$ 1,4 juta, yang lain-lain di bawah US$ 1 juta sampai setengah juta. Tapi intinya semua itu melihat risk di semua facility ya," jelasnya.
Saat ini pemerintah juga sedang melakukan pengeboran eksplorasi sumur panas bumi di dua Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), yakni di Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat dan di Nage, Nusa Tenggara Timur.
Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir masalah keekonomian dan risiko panas bumi bagi para pengembang, sehingga banyak investor yang tertarik menaruh modal pada sektor ini.
Menurut Sugeng, eksplorasi yang dilakukan pemerintah ini sangat baik, untuk menekan tingkat risiko dan biaya untuk investor. Dengan demikian, biaya investasi bagi penanam modal nantinya akan semakin lebih murah.
"Di Cisolok ini kalau berhasil bisa menurunkan 60% nilai pengeboran. Dari pengeboran itu juga bisa dilihat potensi sumurnya, sehingga bisa melihat berapa investasi dari sumber daya dan jenis geothermalnya. Itu bisa dihitung jangan digeneralisasi," katanya.
Seperti diketahui, pada 3 September 2021 lalu Badan Geologi resmi melakukan pengeboran perdana sumur eksplorasi panas bumi di WKP Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat. Sumur pertama yakni CKK-01 dan sumur kedua di CKK-02 dengan kemungkinan sumber dayanya mencapai 45 Mega Watt (MW).
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono pun berharap agar sumber daya yang diperkirakan ini menjadi terbukti.
"Lokasi ada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan lokasi CKK-02 di area masyarakat. Jadi khusus aktivitas panas bumi sesuai Undang-Undang 21 Tahun 2014 dapat dilakukan di kawasan konservasi," paparnya dalam acara "Pengeboran Eksplorasi Geothermal Perdana", hari ini, Jumat (03/09/2021).
Dia memaparkan, untuk lokasi yang berada di area masyarakat, akan dilakukan dengan mekanisme pembebasan lahan. Diharapkan, pemanfaatan panas bumi ini akan memberikan efek berganda bagi masyarakat.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengatakan bahwa pengeboran ini adalah sebuah momentum penting karena pertama kalinya pekerjaan tajak panas bumi dengan program slim hole dilakukan oleh pemerintah.
"Intinya adalah untuk bisa mengidentifikasi sumber daya panas bumi yang ada di lokasi ini khususnya," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia dianugerahi potensi panas bumi 23.000 MW dan baru dimanfaatkan 2.100 MW, sehingga potensi panas bumi yang belum dimanfaatkan masih banyak.
"Tuntutan dunia saat ini adalah menggunakan energi yang bersih menggantikan sumber energi fosil karena energi fosil menghasilkan emisi karbon yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, temperatur dunia makin meningkat tiap tahun," tuturnya.
(wia)