Batu Bara Tak Henti Cetak Rekor, Ini Proyeksi Arutmin & Adaro
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara saat ini benar-benar meroket dan menembus rekor baru. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 202,95 per ton, melonjak 6,2% dari posisi akhir pekan lalu, sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Perusahaan batu bara pun angkat bicara mengenai harga batu bara yang naik "gila-gilaan" ini.
General Manager dan External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengakui, peningkatan harga batu bara ini berdampak baik pada kinerja keuangan perusahaan.
"Hal ini cukup menggembirakan mengingat periode sama tahun lalu (yoy) harga batu bara sekitar US$ 50 yang mana sangat membebani perusahaan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (28/09/2021).
Mahalnya harga si emas hitam ini membuat pasar ekspor menjadi sangat menggiurkan. Namun menurutnya, Arutmin masih tetap memprioritaskan pasokan batu bara untuk dalam negeri, utamanya ke PT PLN (Persero).
"Meskipun pasar ekspor sangat menggiurkan, saat ini pasokan ke PLN menjadi prioritas utama bagi Arutmin," tuturnya.
Meski Arutmin berupaya memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri, namun pihaknya juga tetap berkomitmen pada pelanggannya di luar negeri karena hal tersebut akan berdampak pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Tapi dengan tetap mempertimbangkan kewajiban pemenuhan komitmen customer luar negeri. Hal ini selain memberikan keuntungan bagi perusahaan, juga memberikan PNBP yang besar bagi negara," ucapnya.
Sementara itu, Febriati Nadira, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengatakan pihaknya optimistis pada prospek bisnis batu bara di semester kedua tahun ini. Namun, pihaknya akan tetap berhati-hati.
Menurutnya, Adaro akan berupaya memaksimalkan upaya untuk terus fokus terhadap keunggulan operasional bisnis inti. Lalu, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, serta menjaga kas.
"Dan mempertahankan posisi keuangan yang solid di tengah situasi sulit yang berdampak terhadap sebagian besar dunia usaha," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Adaro juga terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai dengan rencana. Juga terus berfokus mempertahankan marjin yang sehat dan komitmen pada keberlanjutan pasokan batu bara ke pelanggan.
"Adaro juga akan senantiasa mengikuti ketentuan Domestic Market Obligation (DMO)," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, dampak kenaikan harga batu bara ini berdampak positif pada perusahaan-perusahaan batu bara.
"Tentu saja positif, cuma berapa besar dampaknya per perusahaan, kami tidak punya datanya. Masing-masing berbeda-beda. Bagi perusahaan Tbk bisa terefleksi dilihat dari penguatan saham dari beberapa emiten," paparnya.
Kenaikan harga batu bara ini menurutnya juga berdampak positif bagi negara, yakni dengan peningkatan PNBP. Bahkan saat ini capaian PNBP sudah melebihi target yang ditentukan.
"Bagi negara tentu penguatan harga akan meningkatkan penerimaan negara. Bahkan per September target PNBP di sektor Minerba sudah melebihi target 2021," tuturnya.
Sebelumnya, Muhammad Wafid, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mengatakan lonjakan harga batu bara ini berdampak signifikan terhadap kenaikan PNBP.
Berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (27/09/2021), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara sudah mencapai Rp 47,81 triliun atau 122,26% dari target tahun ini.
Dia mengatakan, capaian tersebut berasal dari sektor mineral dan batu bara. Namun demikian, lanjutnya, penerimaan negara tersebut didominasi dari sektor batu bara di mana 75%-80% berasal dari batu bara. Ini berarti, sekitar Rp 38 triliun setoran dari batu bara sudah masuk ke negara.
Wafid pun memperkirakan penerimaan negara akan meningkat sama seperti capaian tahun 2018 lalu, atau bahkan ada kemungkinan bisa melampaui capaian pada 2018 tersebut. Mengutip data MODI, PNBP Minerba tahun 2018 mencapai sebesar Rp 49,63 triliun. Jika benar bisa di atas tahun 2018, maka kemungkinan bisa menyentuh Rp 50 triliun.
"Ada kemungkinan sama dengan tahun 2018 atau bahkan sedikit lebih tinggi karena saat ini saja sudah mencapai Rp 47,81 T atau 122,26% dari target tahun ini," jelasnya.
(wia)