
Fakta-fakta Krisis di Inggris, Makin Menjalar Kemana-mana

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi gawat sedang melanda Inggris. Krisis terjadi mulai naiknya harga gas, listrik, BBM hingga kelangkaan stok makanan.
Tarif listrik naik ke titik tertinggi bahkan hingga jutaan rupiah. Harga kontrak pembelian listrik untuk industri juga mendekati rekor tertinggi.
Antrean kendaraan hendak membeli BBM terlihat memanjang di SPBU negeri itu. Rak-rak makanan juga dilaporkan kosong di swalayan.
"Kami tahu ini akan menjadi tantangan dan itulah mengapa kami tidak meremehkan situasi yang kami hadapi," kata Menteri Bisnis Kecil Inggris Paul Scully sebagaimana dilaporkan CNBC International, akhir pekan kemarin.
Lalu apa saja fakta-fakta yang meliputi krisis negeri Ratu Elizabeth ini:
1. Naiknya harga gas dan listrik
Krisis di Inggris dimulai dari krisis gas yang menghantam Eropa. Harga gas melambung tinggi di kawasan tersebut bahkan naik 250% sejak Januari 2021.
Salah satu alasan mengapa harga mengalami kenaikan adalah dibukanya kembali ekonomi negara-negara setelah penguncian akibat Covid-19. Ini dikombinasikan dengan masuknya musim dingin, yang mendorong permintaan lebih tinggi, baik di Eropa maupun Asia.
Pasokan gas juga berkurang akibat penghentian produksi di fasilitas milik Amerika Serikat (AS). Ini juga akibat pengetatan aturan pasar karbon di Uni Eropa (UE).
Ada juga isu manipulasi perusahaan gas Rusia, Gazprom, untuk mendongkrak harga. Belum lagi listrik tenaga angin yang tak maksimal berfungsi saat musim dingin.
Akibat hal ini, sejumlah negara terpukul keras, di antaranya Inggris. Di Negeri Ratu Elizabeth itu, tagihan listrik warganya saat ini merupakan yang paling mahal di Eropa.
Tarif listrik telah naik tinggi, bahkan mencapai 475 pound atau sekitar Rp 9,3 juta. Harga kontrak pembelian listrik juga mendekati rekor tertinggi di Inggris, karena banyaknya listrik yang diimpor dari Prancis.
Tak sampai di situ saja, industri energi pun terancam bangkrut berjamaah. Harga produksi listrik rata-rata 291,18 euro (Rp 4,8 juta) per megawatt-jam.
2. BBM dan Makanan Langka
Inggris kini mengalami kelangkaan produk makanan. Beberapa produk terlihat sudah mulai kosong di rak-rak supermarket Inggris.
Kenaikan harga gas telah berimbas pada ditutupnya dua pabrik pupuk besar di Teesside dan Cheshire tutup. Pabrik ini diketahui menghasilkan karbon dioksida (CO2) sebagai produk sampingan.
CO2 digunakan untuk penyembelihan dan sistem pendingin guna memperpanjang stok makanan, seperti daging, unggas bahkan minuman bersoda. Kepala Eksekutif Asosiasi Pengelola Daging di Inggris mengatakan dua minggu lagi kemungkinan produk-produk akan menghilang di rak-prak supermarket.
"80% babi dan unggas disembelih dengan proses ini," tegasnya, dikutip Sky News.
Hal sama juga dikatakan perusahaan penyuplai makanan Inggris, Bernard Matthews dan 2 Sisters Food Group. Pasokan kalkun untuk Natal misalnya terancam.
"Sekarang tanpa pasokan CO2, Natal bisa batal," kata pemilik perusahaan Ranjit Singh Boparan.
Di sisi lain, SPBU, mulai terlihat juga antrean panjang kendaraan yang ingin mengisi bahan bakar. Kendaraan itu mulai memadati pom bensin yang masih memiliki stok bahan bakar.
Pelaku pasar cemas mendengar kabar dari Inggris. BP, raksasa migas Negeri Big Ben, mengungkapkan bahwa hampir sepertiga SPBU kehabisan dua jenis bahan bakar utama.
"Dengan tingginya permintaan dalam beberapa hari terakhir, kami memperkirakan sekitar 30% SPBU tidak memiliki persediaan bahan bakar utama. Kami akan mengupayakan pasokan kembali tersedia secepat mungkin," sebut pernyataan tertulis BP.
Harga gas alam yang semakin mahal membuat kendaraan bermotor harus bersaing dengan industri untuk bertahan hidup. Mahalnya harga gas alam, yang melonjak 35,44% dalam sebulan terakhir, membuat dunia usaha berpaling ke bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi.
Halaman 2>>
