Internasional

Krisis di Inggris Makin Ngeri, 2 Hal Ini Biang Keladinya

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
27 September 2021 11:25
PM Inggris Boris Johnson. (AP/Justin Tallis)
Foto: PM Inggris Boris Johnson. (AP/Justin Tallis)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris saat ini sedang dilanda krisis. Krisis ini ditandai dengan harga energi yang melambung diikuti dengan permasalahan rantai pasokan kebutuhan.

Hal ini pun memicu peringatan musim dingin yang akan sangat sulit di negara tersebut. Pasalnya dalam musim dingin kebutuhan masyarakat seperti energi untuk pemanas hingga bahan makanan akan mengalami peningkatan yang pesat.

"Kami tahu ini akan menjadi tantangan dan itulah mengapa kami tidak meremehkan situasi yang kami hadapi," kata Menteri Bisnis Kecil Inggris Paul Scully sebagaimana dilaporkan CNBC International, Sabtu (25/9/2021).

Sementara itu, pemandangan permasalahan pasokan sudah mulai terlihat di beberapa supermarket dan SPBU. Dalam laporan Sky News, barang-barang seperti bahan pangan sehari-hari, makanan peliharaan, daging dan ayam, bir, elektronik, dan peralatan rumah sudah mulai terlihat kosong.

A shopper looks at produce and empty shelves of the meat aisle in Co-Op supermarket, Harpenden, Britain, September 22, 2021.  REUTERS/Peter CziborraFoto: Seorang pembeli melihat rak kosong di lorong daging di supermarket Co-Op, Harpenden, Inggris, 22 September 2021. (REUTERS/Peter Cziborra)
A shopper looks at produce and empty shelves of the meat aisle in Co-Op supermarket, Harpenden, Britain, September 22, 2021. REUTERS/Peter Cziborra

Penyebab Krisis

Krisis yang terjadi di Inggris ini disebabkan oleh dua hal utama yakni kenaikan harga gas alam dan tarif listrik serta permasalahan distribusi yang terkait dengan aturan imigrasi baru di Negeri Ratu Elizabeth itu.

Kenaikan harga energi ini dipengaruhi oleh sikap London yang ingin berpindah fokus kepada bahan bakar rendah emisi. Walhasil, pembangkit batu bara mulai dinonaktifkan dan gas alam mulai menjadi primadona energi.

Hal ini pun mulai mendorong kenaikan permintaan akan gas. Tak hanya itu, kenaikan permintaan ini ditambah dengan perbaikan ekonomi pasca pandemi dan juga musim dingin.

Ini nyatanya tidak bisa diimbangi dengan suplai gas. Suplai menjadi terbatas karena disebabkan oleh beberapa hal mulai dari penghentian fasilitas produksi di AS, hingga adanya isu manipulasi perusahaan gas Rusia Gazprom untuk mendongkrak harga.

Hal ini pun menyebabkan harga gas alam terkerek tajam. Bila dibandingkan sejak Januari 2021, harga gas alam telah naik hingga 250%. Kenaikan ini juga akhirnya membuat kenaikan tajam tarif dasar listrik di negara revolusi industri itu.

Penyebab kedua adalah gangguan distribusi. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya jumlah supir truk di negara itu akibat peraturan imigrasi yang semakin ketat pasca Brexit. Hal ini membuat supir truk. yang kebanyakan merupakan imigran, harus segera pulang ke negaranya.

Antrean pengisian BBM di Inggris. (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)Foto: Antrean pengisian BBM di Inggris. (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)
Antrean pengisian BBM di Inggris. (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)

Dilansir dari CNBC International, kini jumlah pengemudi truk berkurang signifikan dan membuat pengiriman bahan bakar dan barang menjadi terhambat. Beberapa pengusaha bahkan memberikan insentif agar ada lebih banyak yang mengambil pekerjaan tersebut.

Bahkan ada yang menawarkan gaji 70.000 poundsterling atau US$ 95.750 per tahun, jumlah ini setara Rp 1,36 miliar (kurs Rp 14.200). Selain itu, ada pula bonus untuk bergabung senilai 2.000 poundsterling.

Halaman 2>>

Dengan adanya krisis gas ini, London akhirnya memilih untuk kembali menggunakan batu bara. Hal ini diakui perusahaan pembangkit listrik, Drax, Kamis (23/9/2021).

Ketergantungan pada gas alam yang harganya naik dua kali lipat sejak Mei, membuat otoritas mengambil jalan ini sebagai solusi listrik tetap menyala bagi warga.

"Fasilitas ini (PLTU) telah memenuhi peran penting dalam menjaga lampu warga agar tetap menyala saat sistem energy berada di bawah tekanan yang cukup besar," kata Drax dalam sebuah pernyataan ke AFP.

Drax memiliki PLTU terbesar di negara itu. Terletak di Yorkshire Inggris Utara.

"Kami sadar, negara ini mungkin memiliki masalah mendesak sekarang dan jika ada sesuatu yang dapat dilakukan Drax, kami akan melakukannya," tegas Chief Executive Will Gardiner kepada Financial Times.

KincirFoto: Rivi Satrianegara
Kincir

Beberapa pihak menilai bahwa yang terjadi di Inggris inimenunjukkan bahwa memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk mendorong penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan.

Ekonomi Financial Times, Martin Sandbu, mengatakan bahwa diperlukan sebuah era transisi yang tepat sebelum merubah fokus energi kepada sumber yang ramah lingkungan. Harus ada batu loncatan yang diambil sebelum semua pihak dapat menerima energi yang bersih.

"Secara keseluruhan, strategi energi jangka panjang Eropa mengarah ke arah yang benar tetapi tidak cukup kuat," ujarnya.




(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! Krisis Baru Hantam Eropa, Inggris Terancam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular