Inggris Balik Lagi Pakai Batu Bara, RI Yakin Pensiunkan PLTU?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
27 September 2021 10:40
Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara
Foto: Infografis/ Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah gencarnya negara-negara maju mengampanyekan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dan menyerukan meninggalkan energi fosil, terutama batu bara, nyatanya Inggris kini kembali menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.

Krisis energi yang kini melanda Inggris dan beberapa negara Eropa menggambarkan bahwa kita tidak bisa serta merta mengandalkan dan bergantung sepenuhnya kepada energi baru terbarukan.

Penggunaan gas sebagai salah satu sumber energi yang dianggap lebih bersih ketimbang batu bara saat ini juga tidak membantu, karena selain permintaan yang meningkat karena kegiatan ekonomi berangsur pulih meski masih di tengah pandemi Covid-19, harga gas bahkan sudah melonjak 250% karena keterbatasan pasokan akibat penghentian fasilitas produksi di Amerika Serikat hingga isu manipulasi perusahaan gas Rusia Gazprom untuk mendongkrak harga.

Ketika harga gas ini naik "gila-gilaan", maka mau tidak mau produsen pembangkit listrik di Inggris cenderung beralih ke batu bara karena ongkosnya lebih murah.

Ini menjadi potret bahwa transisi perpindahan dari energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan tidak semudah itu dijalankan.

Hal ini diakui perusahaan pembangkit listrik, Drax, Kamis (23/9/2021). Ketergantungan pada gas alam yang harganya naik dua kali lipat sejak Mei, membuat otoritas mengambil jalan ini sebagai solusi listrik tetap menyala bagi warga.

"Fasilitas ini (PLTU) telah memenuhi peran penting dalam menjaga lampu warga agar tetap menyala saat sistem energi berada di bawah tekanan yang cukup besar," kata Drax dalam sebuah pernyataan ke AFP, Jumat (24/9/2021).

Drax memiliki PLTU terbesar di negara itu. Terletak di Yorkshire Inggris Utara.

"Kami sadar, negara ini mungkin memiliki masalah mendesak sekarang dan jika ada sesuatu yang dapat dilakukan Drax, kami akan melakukannya," tegas Chief Executive Will Gardiner kepada Financial Times.

Di sisi lain, Indonesia sebagai negara berkembang mencoba untuk mengikuti kampanye negara-negara maju untuk meninggalkan batu bara dan beralih ke energi baru terbarukan. Indonesia bahkan berencana memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara secara bertahap mulai 2025 mendatang.

Rencana RI untuk menghentikan operasional PLTU batu bara ini juga dilontarkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, hingga PT PLN (Persero).

Luhut mengatakan, saat ini energi fosil adalah musuh bersama dunia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia juga berencana akan berhenti mengoperasikan PLTU berbahan bakar batu bara.

"Indonesia memiliki potensi besar di energi baru terbarukan. Sekarang ini fossil energy jadi musuh bersama (dunia). Bertahap, pemerintah juga mau pensiunkan power plant batu bara," ujarnya dalam acara 'Indonesia Investment Forum 2021' secara virtual, Kamis (27/5/2021).

Dia mengatakan, banyaknya negara meninggalkan proyek PLTU ini juga ditandai dengan banyaknya lembaga keuangan dunia atau perbankan yang tidak lagi mau mendanai pembangunan berbasis energi fosil.

"Kenapa itu terjadi? Karena pemanasan global sekarang membuat bumi makin panas. Jadi kalau naik saja sampai 1,5 derajat, itu akan punya dampak yang tidak bagus," jelasnya.

Dengan pensiunnya energi fosil, pemerintah akan membuka kesempatan bagi investor untuk berinvestasi di bidang energi terbarukan. Investasi di bidang energi terbarukan juga digadang-gadang menjadi salah satu fokus pemerintah dalam memulihkan perekonomian nasional.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana pun menyebut, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas 11 Mei 2021, tidak diperkenankan adanya usulan pembangunan PLTU baru, kecuali yang sudah dalam tahan konstruksi atau minimal terikat pendanaan (financial close).

"Kalaupun ada proyek-proyek di RUPTL, itu berarti meneruskan yang sudah terlanjur ada, dan berstatus konstruksi dan minimal financial close," papar Rida.

Dia mengatakan, porsi pembangkit EBT pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 juga akan meningkat dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028. Di dalam RUPTL 2019-2028 yang saat ini berlaku, porsi pembangkit EBT sebesar 30% dan pembangkit fosil 70%.

Porsi ini menurutnya akan diubah menjadi 48% pembangkit EBT dan 52% pembangkit fosil dalam RUPTL 2021-2030 yang tengah disusun.

PT PLN (Persero) berencana menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara sebagai upaya menuju netral karbon (carbon neutral) pada 2060.

Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan menuju netral karbon di 2060 ini, PLN akan mulai menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025 mendatang.

"Kami bangun time line, yakni 2025-2030 sudah haramkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada replacement (penggantian) PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).

Setelah itu, pihaknya menargetkan akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap I dengan kapasitas mencapai 1 GW pada 2030.

"Di 2030 retirement (pensiun) subcritical tahap pertama 1 GW," imbuhnya.

Lalu, dilanjutkan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap II dengan kapasitas 9 GW pada 2035. Dan pada 2040 ditargetkan bisa mempensiunkan PLTU Supercritical sebesar 10 GW.

Sementara PLTU Ultra Supercritical tahap I ditargetkan bisa dipensiunkan pada 2045 sebesar 24 GW dan PLTU Ultra Supercritical terakhir sebesar 5 GW bisa dipensiunkan pada 2055.

"Retirement PLTU Ultra Supercritical secara bertahap bisa dilaksanakan dari 2045-2056, dan pada akhirnya bisa mencapai carbon neutral pada 2060," ujarnya.

Namun kemudian, Direktur Perencanaan Korporat PLN Evy Haryadi mengungkapkan bahwa rencana mempensiunkan PLTU ini bisa saja batal bila perseroan menggunakan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dalam mengoperasikan PLTU.

Dengan penggunaan teknologi CCUS ini, PLTU berbasis batu bara disebut tetap bisa dimanfaatkan tanpa menimbulkan efek gas rumah kaca (GRK).

Dia mengatakan, pihaknya mengharapkan agar dalam 15 tahun ke depan teknologi ini sudah bisa diterapkan secara ekonomis. Jika ini dilakukan, maka diperkirakan PLTU tua yang perlu dipensiunkan hanya sebesar 1 Giga Watt (GW) dari rencana awal hingga 49 GW sampai 2056 mendatang.

Adapun 1 GW PLTU yang akan dipensiunkan merupakan yang masuk dalam rencana pensiun tahap awal, yakni PLTU Subcritical Tahap Pertama pada 2030.

"Kami perkirakan 2030 sudah bisa di-retirement (dipensiunkan) dan mulai 2035 kita sudah bisa gunakan CCUS," paparnya dalam Webinar: Masa Depan Batu Bara dalam Bauran Energi Nasional, Senin malam (27/07/2021).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular