Soal Utang RI, Tenang... Belum Saatnya Dag Dig Dug!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
22 September 2021 18:30
Infografis: Naik Lagi, Utang Luar Negeri RI Makin Dekati Rp 6.000 Triliun
Foto: Infografis/Naik Lagi, Utang Luar Negeri RI Makin Dekati Rp 6.000 Triliun/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Posisi utang pemerintah per akhir Juli 2021 berdasarkan data Kementerian Keuangan mencapai Rp 6.570,17 triliun dengan rasio 40,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Mampukah Indonesia membayar utangnya?

Jika dilihat posisi utang pemerintah pada Agustus 2021 bertambah Rp 1.135,31 triliun dibandingkan posisi akhir Juli 2020 yang sebesar Rp 5.434,86 triliun. Rasio utang tahun lalu di periode yang sama juga hanya 33,63% terhadap PDB.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana berpandangan, tingkat utang Indonesia saat ini belum sangat mengkhawatirkan. Lagi pula menurut Wisnu pemerintah telah berupaya memitigasi risiko pengelolaan utang.

Misalnya, cara yang sudah dilakukan pemerintah, kata Wisnu dengan memprioritaskan anggaran, sehingga defisit lebih rendah dari sasaran. Selain itu juga berbagai beban dengan bank sentral untuk menurunkan biaya bunga.

"Refinancing utang luar negeri dengan biaya bunga yang lebih murah, dan pengaturan tenor dan jatuh tempo dari instrumen yang diterbitkan," jelas Wisnu kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/9/2021).

Seperti diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit laporan keuangan pemerintah pusat untuk tahun anggaran 2020. PK memperhatikan beberapa hal yang harus diwaspadai pemerintah, salah satunya penambahan utang pemerintah.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

"Memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," jelas Agung Firman dalam Rapat Paripurna pada bulan Juni 2021.

BPK juga mengungkapkan bahwa utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) yakni, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% - 35%.

Kemudian, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6% - 6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7% - 19%. Serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92% - 167% dan rekomendasi IMF sebesar 90% - 150%.

Untuk diketahui, hingga akhir Desember 2020, utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun. Posisi utang ini naik cukup tajam dibandingkan dengan akhir tahun 2019 lalu. Dalam satu tahun, utang Indonesia bertambah Rp 1.296,56 triliun dari akhir Desember 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun.

Tahun 2022 merupakan tahun terakhir pemerintah diperbolehkan belanja besar-besaran hingga defisit anggaran melebihi 3% terhadap PDB guna menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian. Mulai 2023 defisit anggaran harus kembali maksimal 3% terhadap PDB.

Pemerintah pun mencoba memanfaatkan kesempatan pada tahun terakhir tersebut seoptimal mungkin. Berdasarkan Rancangan APBN 2022, pemerintah menetapkan defisit anggaran sebesar Rp 868 triliun atau 4,85 persen PDB. Defisit tersebut untuk menyokong belanja negara yang ditargetkan mencapai Rp 2.708,7 triliun.

Dalam meningkatkan konsumsi masyarakat demi perekonomian negara, pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) sepanjang hayat sebesar Rp 427,5 triliun dengan rincian Rp 153,7 triliun merupakan program perlinsos Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Rp 273,8 merupakan program perlinsos non-PEN.

Dengan belanja yang cukup ekspansif tersebut, target pertumbuhan ekonomi pemerintah untuk tahun 2022 diperkirakan akan mencapai 5,3%.

Nah, untuk menambal defisit dan pembiayaan lainnya pada 2022, pemerintah berencana menerbitkan surat utang yang dikenal dengan Surat Berharga Negara (SBN) secara neto sebesar Rp 991,3 triliun, tak berbeda jauh dengan proyeksi penerbitan SBN tahun 2021 yang sebesar Rp 992,8 triliun.

Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 973,6 triliun akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran dan investasi. Sementara sisanya sebesar Rp 17,7 triliun akan digunakan untuk melunasi pinjaman luar negeri.

Dengan tambahan utang tersebut, posisi utang Indonesia pada akhir 2022 diperkirakan mencapai Rp 8.075 triliun, setara dengan 45,12% dari PDB. Rasio utang ini melonjak tinggi dibandingkan pada akhir 2020 yang hanya 33,63% PDB.

Berdasarkan Rancangan APBN 2022, proyeksi beban bunga utang yang harus dibayar pemerintah mencapai Rp 405,86 triliun. Dengan proyeksi belanja negara sebesar Rp 2.708,7 triliun, rasio beban bunga utang terhadap belanja negara sebesar 15%.

Sementara apabila beban bunga utang dibandingkan dengan pendapatan negara yang diproyeksikan sebesar Rp 1.840,7 triliun pada 2022, rasionya akan mencapai 22%. Artinya, lebih dari seperlima penerimaan negara hanya untuk membayar bunga utang.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular