
LPG 'Melon' Orang Miskin Bakal Naik Harga di 2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merekomendasikan agar pemerintah mengubah skema subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilo gram (kg) dari subsidi pada komoditas atau tabung LPG, menjadi subsidi langsung ke penerima manfaat. Tujuannya, agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran hanya untuk orang atau keluarga kurang mampu.
Dampaknya, harga LPG 3 kg di pasaran akan naik sesuai dengan harga keekonomian seperti halnya LPG tabung 12 kg.
Harga LPG 12 kg saat ini Rp 148.000 per tabung, artinya harga keekonomian per kg sekitar Rp 12.300. Sementara harga gas LPG 3 kg saat ini sekitar Rp 21.000 per tabung, yang artinya dijual hanya Rp 7.000 per kg.
Jika LPG tabung 3 kg dijual sesuai harga keekonomiannya, maka harga tabung LPG 3 kg bisa naik menjadi sekitar Rp 36.900, lebih tinggi dari saat ini sekitar Rp 21.000 per tabung.
Rencana perubahan skema subsidi LPG tahun depan ini disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah.
"Banggar merekomendasikan subsidi LPG langsung diberikan dalam bentuk non-tunai kepada rumah tangga/keluarga yang berhak," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (14/09/2021).
Dia mengatakan, besaran subsidi akan diberikan dalam jumlah tetap setiap bulannya kepada keluarga yang berhak menerima subsidi. Pemerintah akan mentransfer langsung subsidi tersebut kepada penerima manfaat.
"Dan LPG 3 kg dijual harga keekonomian, sama dengan harga LPG non subsidi lainnya, untuk menghilangkan disparitas harga LPG di pasar," lanjutnya.
Atas rekomendasi yang diberikan Banggar ini, pemerintah meminta waktu untuk mengimplementasikannya. Menanggapi permintaan ini, menurutnya Banggar memberikan batas waktu sampai Juli 2022 untuk menerapkannya.
"Banggar memberikan waktu kepada pemerintah sampai Juli 2022. Banggar juga merekomendasikan menghilangkan biaya kompensasi kenaikan harga, sebagai akibat selisih harga produksi dan penetapan harga dari pemerintah, di luar skema subsidi untuk orang miskin," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan sebanyak 50,2 juta rumah tangga penerima program subsidi yang termasuk dalam 32% rumah tangga ekonomi rendah, hanya menyerap 22% dari subsidi LPG. Sementara 86% subsidi dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu.
"Dengan selisih harga yang jauh, sehingga mayoritas rumah tangga menggunakan LPG subsidi," ujarnya.
Dia memaparkan, terdapat sebanyak 12,5 juta rumah tangga miskin dan rentan tidak menerima subsidi LPG, sebanyak 2,7 juta kepala rumah tangga perempuan tidak menerima subsidi LPG.
Lalu, 760 ribu penyandang disabilitas tidak menerima subsidi LPG, dan 4,06 juta lansia juga tidak menerima subsidi LPG.
Adanya disparitas harga yang terjadi di pasaran antara LPG subsidi dan non subsidi menyebabkan praktik penyimpangan dan pidana berupa penimbunan dan pengoplosan LPG.
Seperti diketahui pada tahun 2007 silam pemerintah melaksanakan program konversi minyak tanah ke LPG. Sejak saat itu LPG 3 Kg atau subsidi tidak mengalami kenaikan sampai hari ini, yang artinya sudah 14 tahun.
Berdasarkan data yang dipaparkan PT Pertamina (Persero) di Komisi VII DPR RI, per Januari 2021 harga LPG PSO tetap sebesar Rp 4.300/kg. Sementara untuk yang non subsidi, harganya sudah naik sampai 2x lipat menjadi Rp 9.600/kg dibandingkan 2007 yang sebesar Rp 4.300/kg.
Harga LPG non subsidi seperti LPG 12 kg telah mengalami kenaikan beberapa kali. Pada Juli 2008 harga LPG non subsidi naik menjadi Rp 5.800/kg, lalu pada Januari 2014 mengalami lonjakan signifikan menjadi Rp 8.500/kg, namun turun lagi menjadi Rp 6.000/kg pada Juli 2014.
Setelah itu berfluktuasi, hingga pada Januari 2016 mulai naik lagi menjadi Rp 9.000/kg, dan hingga kini mencapai Rp 9.600/kg.
Bila dibandingkan dengan harga LPG bersubsidi, artinya ada selisih sekitar Rp 5.300/kg. Dengan selisih Rp 5.300/kg, maka selisih harga yang harus disubsidi pemerintah untuk LPG 3 kg adalah sekitar Rp 15.900 per tabung.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga LPG 'Melon' di 2022 Naik? Ini Penjelasan Pertamina
