Sederet PR Pemerintah Tekan Emisi Karbon
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah masih memiliki beberapa pekerjaan rumah (PR) untuk bisa mengurangi emisi karbon.
Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan pekerjaan rumah tersebut mulai dari mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sampai menekan penggunaan energi fosil dan menekan impor minyak.
Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (13/09/2021), dia mengatakan capaian bauran EBT RI baru sebesar 11,2%, padahal mestinya sudah tercapai 13,4% demi mengejar target 23% pada 2025 mendatang. Menurutnya, masih banyak ruang untuk mengejar target bauran EBT.
"Hydro dan panas bumi punya install capacity lebih besar dari yang lain, sehingga dari angin dan surya menjadi punya peluang besar," ungkapnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menurutnya bisa menjadi harapan dalam mengejar bauran karena di dalam RUPTL tahun 2019-2028 target kapasitas terpasang untuk EBT mencapai 50 Giga Watt (GW). Namun karena berbagai pertimbangan, salah satunya pandemi, kemudian diubah menjadi 40-an GW.
Satya menyebut PT PLN (Persero) sendiri ada keinginan untuk menuju energi bersih.
"Mungkin PLTS bisa jadi harapan, ini jadi dynamic karena revisi dari RUPTL tahun 2019-2028," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, langkah-langkah lain yang bisa diambil oleh pengambil kebijakan dalam mengurangi emisi karbon adalah menekan konsumsi minyak yang pada akhirnya bisa menekan impor bahan bakar minyak (BBM).
"Menekan impor dari minyak jadi PR yang tak kunjung usai dari waktu ke waktu. Jadi keprihatinan memang anggaran defisit," tuturnya.
Upaya menekan impor minyak di sisi transportasi menurutnya dapat dilakukan dengan mempromosikan kendaraan listrik. Pemakaian kendaraan listrik di satu sisi bisa menekan karbon, namun diharapkan agar harga dari kendaraan listrik bisa semakin kompetitif.
"Kata kunci masyarakat ada pilihan, kalau harganya kompetitif, mereka pergi ke sana. Ini jadi PR terbesar di dalam electric vehicle (EV). Banyak sekali komponen yang kita lagi pikirkan kita-kita berikan fiskal dan non fiskal," tuturnya.
Saat ini menurutnya sudah ada motor yang harganya Rp 16 juta per unit, yang artinya sudah mulai kompetitif, karena ada motor berbasis BBM yang harganya lebih mahal.
"Sudah mulai kompetitif, ini hal-hal ini lagi kita kejar supaya bisa menyajikan pilihan-pilihan masyarakat secara luas," ungkapnya.
(wia)