Pemerintah Jor-joran Kasih Insentif Migas, Ini Kata Pengusaha
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menggelontorkan berbagai insentif dan juga perbaikan regulasi di hulu minyak dan gas bumi (migas) demi menggaet investor di sektor ini.
Mulai dari penurunan bagi hasil produksi (split) bagian pemerintah dan meningkatkan bagi hasil produksi untuk kontraktor atau produsen migas hingga fleksibilitas kontrak pun telah diberikan.
Lantas, apakah sejumlah insentif dan fleksibilitas itu telah menarik perhatian investor dan membuat investor meningkatkan investasinya di Indonesia?
Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Ronald Gunawan mengatakan, perbaikan regulasi dan insentif yang diberikan pemerintah selama ini berdampak positif bagi kegiatan hulu migas di Tanah Air.
Namun menurutnya, pemberian insentif ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor. Pasalnya, insentif yang dibutuhkan setiap investor berbeda tergantung kebutuhan masing-masing dan kerumitan masing-masing aktivitasnya.
"Beberapa tahun terakhir sudah ada perbaikan regulasi, insentif diberikan. Tapi kalau bisa ini case by case, ada certainty (kepastian). Pada dasarnya term itu perbaikan insentif peraturan perundangan yang berlaku. Dan ini sudah real-nya diaplikasikan," tuturnya di sela acara "The 45th IPA Convention and Exhibition 2021" secara virtual, Kamis (02/09/2021).
Dia pun mencontohkan bukti nyata insentif yang diberikan terhadap proyek Medco di Blok B Natuna, tepatnya di Lapangan Forel. Dia menyebut, bila mengacu pada syarat dan ketentuan (term and conditions/ T&C) Kontrak Kerja Sama (PSC) saat ini, maka lapangan Forel ini tidak ekonomis untuk dikembangkan.
Namun, pihaknya mengajukan perbaikan T&C di PSC kepada SKK Migas dan Kementerian ESDM, dan akhirnya usulan ini disetujui. Pada akhirnya, Lapangan Forel ini pun bisa dikembangkan.
"Di Natuna, Medco punya namanya Lapangan Forel, lapangan itu kalau dengan PSC term yang sekarang itu nggak ekonomis di-develop. Makanya, kami mengajukan ada perbaikan term di PSC-nya dan disetujui SKK Migas dan Kementerian ESDM. Akhirnya lapangan itu akan diproduksi sekarang dan proyeknya akan berjalan, online pada 2023. Ini salah satu real example ya," paparnya mencontohkan.
Dia mengatakan, Lapangan Forel ini diperkirakan dapat memproduksi minyak sebesar 10 ribu barel per hari (bph), sehingga ini juga bisa mendukung upaya peningkatan produksi minyak nasional menjadi 1 juta bph pada 2030 mendatang.
Lebih lanjut dia mengatakan, tidak hanya Lapangan Forel yang mendapatkan insentif dari pemerintah. Beberapa proyek hulu migas lainnya juga telah mendapatkan insentif tertentu, seperti PT Pertamina Hulu Mahakam.
"Insentif kan beda-beda ya, kalau di Medco yang di Natuna insentif A, di Pertamina Hulu Mahakam mungkin B, pada dasarnya agar projek ekonomis," ujarnya.
Seperti diketahui, demi memperbaiki iklim investasi di sektor hulu migas, pemerintah menyiapkan sembilan paket insentif. Dari sembilan paket insentif ini, sebanyak enam insentif telah mendapatkan persetujuan pemerintah dan tiga insentif lainnya tengah dalam proses pembahasan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam konferensi pers, Jumat (16/07/2021), membeberkan tiga insentif yang tengah dipersiapkan pemerintah.
Tiga insentif tersebut antara lain pertama, tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Kedua, penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU.
"Ketiga, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa, dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas," paparnya.
Sementara itu, enam paket insentif yang telah disetujui pemerintah antara lain sebagai berikut:
1. Penundaan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR).
2. Pengecualian PPN LNG melalui penerbitan PP 48 tahun 2020 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dikecualikan dari Kewajiban PPN.
3. Pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara (BMN) untuk kegiatan hulu migas.
4. Penundaan atau pengurangan pajak-pajak tidak langsung.
5. Penerapan volume gas yang dapat dijual dengan harga market untuk semua skema di atas take or pay dan 'Daily Contract Quantity' (DCQ).
6. Penerapan insentif investasi (depresiasi dipercepat, perubahan split dan DMO full price).
Dwi menyatakan, berbagai insentif ini diberikan di tengah pandemi Covid-19 untuk mendorong investasi hulu yang saat ini tengah lesu.
"Kami sampaikan upaya kita di tengah pandemi dan kelesuan investasi dan dorong kami sampaikan persetujuan supaya memperbaiki, jaga keekonomian lapangan," ungkapnya.
(wia)