
Konsumsi Gas Pembangkit Listrik Diramal Naik 50% di 2030

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) memperkirakan konsumsi gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terus meningkat setidaknya hingga 2030 mendatang.
Evy Haryadi, Direktur Perencanaan Korporat PLN, mengatakan konsumsi gas untuk pembangkit listrik diperkirakan akan melonjak 50% menjadi 547 tera British thermal unit (TBTU) dari perkiraan 2021 ini sekitar 364 TBTU.
Perkiraan tersebut menurutnya berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
"Kita lihat proyeksi 2021 demand gas hanya 364 Tera BTU, tapi kita lihat demand-nya akan terus meningkat hingga 547 TBTU pada 2030," ungkapnya dalam Plenary Session hari ke-2 "The 45th IPA Convention and Exhibition 2021" secara virtual pada hari ini, Kamis (02/09/2021).
Kendati demikian, dia mengakui, konsumsi gas untuk pembangkit listrik pada saat ini tidak sebesar yang direncanakan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017 lalu. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi nasional tidak sebesar yang diharapkan dan konsumsi listrik juga tidak tumbuh signifikan, terutama ketika ada pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu.
"Ada penurunan demand listrik dan power system, sehingga ini juga berdampak pada beban demand gas," ujarnya.
Meski meningkat, dia mengakui pertumbuhan permintaan gas di dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik tidak terlalu besar. Dia menyebut ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan gas di dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik, seperti permintaan gas biasanya di daerah terisolasi dan kapasitas pembangkit yang dibutuhkan tidak besar, sehingga menjadi tantangan untuk bisa suplai gas ke daerah tersebut.
Dia menyebut, salah satu program perseroan yakni dedieselisasi atau penggantian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi berbasis gas, pada umumnya PLTD tersebut berada di kawasan kecil dan terisolasi dari sistem.
"Kita sekarang buat beberapa perencanaan gas hanya berbasis RUPTL, hanya 10 tahun, dan long term gas komitmen diperlukan," ujarnya.
Berdasarkan Grand Strategi Energi Nasional (GSEN), pemerintah memperkirakan ekspor gas pada 2030 melonjak hampir empat kali lipat menjadi 6,9 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) dari 1,5 BSCFD pada 2020.
Perkiraan ini dengan asumsi produksi gas nasional pada 2030 mencapai 12,1 BSCFD, sementara permintaan gas di dalam negeri hanya sekitar 5,2 BSCFD.
Produksi gas 12,1 BSCFD tersebut berasal dari produksi dari lapangan yang ada saat ini 2,6 BSCFD, lalu ditambah dari cadangan yang akan diubah menjadi produksi (reserve to production) 5,8 BSCFD, dan dan eksplorasi baru 3,7 BSCFD.
Dari sisi permintaan gas di dalam negeri diperkirakan tidak meningkat pesat hingga 2030. Dari permintaan gas di dalam negeri sebesar 3,8 BSCFD pada 2020, diperkirakan hanya naik menjadi 4,7 BSCFD pada 2025, dan 5,2 BSCFD pada 2030.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Domestik Gak Nyerap, Rencana Stop Ekspor Gas 2035 Bisa Batal!
