
Sederet Benefit Mobil Listrik: Tekan Impor Bensin-Lebih Irit!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mendorong pemanfaatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Salah satu tujuannya adalah untuk menekan pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selama ini pemenuhannya lebih banyak dari impor.
Beralih ke kendaraan listrik, artinya kita turut berkontribusi pengurangan impor BBM. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, dampak dari pemanfaatan kendaraan listrik, ribuan barel impor BBM bisa ditekan tahun ini.
Meningkatnya pemanfaatan kendaraan listrik dari tahun ke tahun akan selaras dengan penurunan impor BBM pada tahun-tahun berikutnya.
Pada 2025 impor BBM diproyeksikan bisa ditekan sampai 37.000 barel per hari (bph). Lalu, pada 2030 kembali bisa ditekan sampai 77.000 bph. Kemudian, pada 2040 bisa ditekan sampai 300 ribu bph.
"Dampaknya, mulai 2021 akan mengurangi impor BBM ribuan barel per hari," ungkapnya kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Pemerintah menargetkan pada 2030 sebanyak 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik akan mengaspal jalanan di Indonesia, sehingga konsumsi BBM bisa ditekan sampai 77 ribu bph.
Tidak hanya menekan konsumsi BBM, beralih ke kendaraan listrik juga berdampak pada penghematan devisa. Ditargetkan pada 2030 akan terjadi penghematan devisa sebesar US$ 1 miliar per tahun atau sekitar Rp 14,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$).
"Akan kurangi juga devisa sekitar US$ 1 miliar rata-rata sampai 2030 kalau berhasil sesuai dengan target pemanfaatan kendaraan listrik," paparnya dalam program "Energy Corner, Special Edition New Energy" CNBC Indonesia, Senin (24/05/2021).
Pemakaian mobil listrik diperkirakan bakal menjadi tren di masa depan. Manfaatnya tidak hanya menekan impor BBM, tapi juga membuat ongkos lebih hemat jika dibandingkan menggunakan kendaraan berbasis BBM.
Wakil Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan, biaya operasional mobil listrik hanya seperlima dibandingkan mobil konvensional berbahan bakar minyak
Dia mengaku pernah membuktikan hal tersebut dengan berkendara dengan rute Jakarta - Bali. Untuk menempuh rute tersebut, mobil berbahan bakar bensin menghabiskan BBM jenis Pertamax senilai Rp 1 juta.
Akan tetapi, menggunakan mobil listrik dengan jarak tempuh yang sama hanya menghabiskan ongkos seperlima dari biaya kendaraan berbahan bakar minyak, yakni hanya sebesar Rp 200 ribu.
"Titik utama tren mobil listrik di masa depan, pertama yang paling mendikte bagaimana operasional mobil listrik hanya seperlima dari mobil BBM. Ini kita kemarin coba ke Bali," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (01/02/2021).
Dia menjelaskan, setiap satu liter BBM setara dengan 1,3 kilo Watt hour (kWh) listrik. Harga bensin per satu liter sekitar Rp 7.000-Rp 8.000, sementara tarif listrik per satu kWh hanya sekitar Rp 1.400-an.
Darmawan menjelaskan, mengacu pada hukum kekekalan energi, penggunaan BBM tidak efisien karena energinya lebih banyak diubah menjadi panas daripada kinetik. Sementara kendaraan listrik energinya lebih banyak diubah menjadi energi kinetik.
"Kalau 1,3 (kWh) ya sekitar Rp 1.800 lah atau Rp 1.700. Sejajar dengan satu liter bensin Pertamax atau katakan sekitar Rp 7.000-8.000, underlying hukum kekekalan energi," jelasnya.
Penggunaan kendaraan listrik akan lebih hemat lagi jika pengisian daya dilakukan di rumah pada pukul 10.00 malam sampai pagi hari. PT PLN (Persero) memberikan diskon 30%, sehingga harga listrik hanya sekitar Rp 1.000 per kWh.
"Artinya, kalau bayar listrik rumah tangga biasanya Rp 1.400-an per kWh, jika ngecas (kendaraan listrik) pada malam hari, turun jadi sekitar Rp 1.000 per kwh," paparnya.
Darmawan memaparkan emisi yang dikeluarkan oleh satu liter bensin mencapai 2,4 kg karbon dioksida. Itu sejajar dengan 1,3 kWh listrik yang emisinya dia sebut hanya separuhnya, yakni 1,2 kg CO2.
Ditambah sudah ada beberapa pembangkit PLN yang sudah beralih ke pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti energi surya, panas bumi, dan lainnya, sehingga emisinya semakin bisa ditekan.
"Di tambah emisinya ada di pembangkit kami, yang kami sudah ada kendali terhadap lingkungannya. Emisi terhadap lingkungan berkurang 50%," ungkapnya.
Pemerintah bersama dengan PT PLN (Persero) berencana mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara mulai 2025 mendatang. Langkah ini menjadi upaya untuk menuju netral karbon pada 2060.
Pada 2030 ditargetkan akan terjadi pengurangan kapasitas PLTU 1 Giga Watt (GW) dari rencana pensiunkan PLTU Subcritical tahap pertama. Akan terus berlanjut secara bertahap hingga akhirnya pada 2056 tidak akan ada lagi PLTU beroperasi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 2020 mencapai 10.467 MW. Pada tahun 2021 ini ditargetkan meningkat menjadi 12.009 MW.
"Ini capaian bagus, untuk mencapai 23%, kerja 4-5x dari sekarang, sehingga bisa declare di tahun 2025 target 23% bisa tercapai," paparnya dalam webinar IESR, Kamis (19/08/2021).
Dadan memaparkan sumber EBT terbesar yang dimiliki Indonesia adalah energi surya dengan total potensi mencapai 207,8 Giga Watt (GW), namun pemanfaatannya baru 0,1% saja. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong pemanfaatan PLTS, salah satunya melalui PLTS Atap.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cadangan Listrik DKI Melimpah, Aman buat Ngecas Mobil Listrik
