RI Punya Harta Karun Seperti di Afghanistan, Diincar Asing!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
24 August 2021 13:10
Logam Tanah Jarang
Foto: Logam Tanah Jarang

4. Batu Bara

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya dan cadangan batu bara RI masih cukup untuk 65 tahun ke depan.

Adapun sumber daya dan cadangan batu bara terbesar ada di Kalimantan dan Sumatera.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM 2021, total sumber daya batu bara RI mencapai 143,7 miliar ton dan cadangan sebesar 38,84 miliar ton. Kalimantan menyumbang sumber daya sebesar 88,31 miliar ton dan cadangan sebesar 25,84 miliar ton. Ini artinya, Kalimantan menyumbang 62,11% dari "harta karun" batu bara nasional.

Kemudian, sumber daya batu bara di Sumatera 55,08 miliar ton dan cadangan mencapai 12,96 miliar ton. Sumetera menyumbang 37,70% dari potensi batu bara nasional.


5. Logam Tanah Jarang

Afghanistan juga terkenal dengan negara kaya akan lithium. Bahkan, pada 2010 Departemen Pertahanan AS mengeluarkan memo yang menggambarkan Afghanistan sebagai "the Saudi Arabia of Lithium" yang berarti itu bisa sama pentingnya untuk pasokan global logam baterai seperti negara Timur Tengah untuk minyak mentah. 

Kementerian Pertambangan Afghanistan pada 2019 mengatakan bahwa Afghanistan memiliki 1,4 juta ton mineral tanah jarang, sekelompok 17 elemen-elemen mineral yang dihargai karena aplikasinya pada perangkat elektronik, kendaraan listrik hingga peralatan militer.

Ternyata Indonesia juga memiliki potensi logam tanah jarang (LTJ).

Komoditas ini memang belum diproduksi di Indonesia, namun Indonesia juga memiliki sumber "harta karun" terpendam ini.

Indonesia memang belum memiliki data utuh terkait total sumber daya logam tanah jarang ini karena masih minimnya penelitian terkait LTJ di Tanah Air. Namun berdasarkan buku "Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia" oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti di beberapa wilayah tercatat mencapai 72.579 ton, berasal dari endapan plaser dan endapan lateritik.

Endapan plaser ini banyak dijumpai pada lokasi kaya sumber daya timah seperti di Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan selatan Kalimantan Barat.

Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi pada 2014 melakukan kajian untuk mengetahui potensi sumber daya LTJ dalam endapan tailing di wilayah Pulau Bangka dengan menggunakan metoda interpretasi remote sensing. Hasil kajian menunjukkan tebal endapan tailing 4 m s.d. 6 m, luas total endapan tailing 500.000 ha, sehingga diperoleh volume 5.500.000.000 m3. Dengan kadar total LTJ 9,5 gr/m3, maka tonase LTJ mencapai 52.387.500.000 gr atau 52.000 ton.

Sementara untuk endapan lateritik terdapat di beberapa wilayah seperti Parmonangan, Tapanuli, Sumatera Utara, Ketapang, Kalimantan Barat, Taan, Sulawesi Barat, dan Banggai, Sulawesi Tengah.

Adapun sumber daya LTJ dari endapan lateritik yang diteliti dari beberapa wilayah tersebut mengandung 20.579 ton.

Logam Tanah JarangFoto: Logam Tanah Jarang
Logam Tanah Jarang


6. Migas

Meski untuk cadangan migas konvensional RI semakin menipis, di mana cadangan minyak bumi diperkirakan hanya cukup untuk 9,5 tahun ke depan dan gas bumi untuk sekitar 20 tahun ke depan, namun Indonesia memiliki harta karun migas non konvensional.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pernah menyebut bahwa Indonesia memiliki "harta karun" migas non konvensional bernama metan hidrat atau gas hidrat. Gas hidrat ini bisa dikatakan belum tersentuh sama sekali.

Tapi, bila ini bisa diproduksi, maka tak tanggung-tanggung, ini bisa diproduksi untuk 800 tahun lamanya.

Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Doddy Abdassah mengatakan, metan hidrat adalah gas hidrat berbentuk kristal es di mana molekul air membentuk struktur seperti kurungan atauclathrate, sehingga memiliki rongga yang dapat terisi oleh molekul gas.

Pada 2004 Indonesia berhasil menemukan sumber daya metan hidrat sebesar 850 triliun kaki kubik (TCF). Berada di dua lokasi utama yaitu perairan Selatan Sumatera sampai ke arah Barat Laut Jawa (625 TCF) dan di Selat Makassar Sulawesi (233,2 TCF).

Berdasarkan data Balitbang ESDM, PT Pertamina (Persero) bahkan memperkirakan potensi gas hidrat di Indonesia mencapai 3.000 TCF. Namun, besaran nilai ini masih sering diperdebatkan karena belum ada penelitian komprehensif terkait gas hidrat di Indonesia.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular