Terlalu! Di RI Biaya PCR Lebih Mahal dari Harga Tiket Pesawat

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
16 August 2021 16:45
Warga Negara Asing mengantri pembelian tiket pesawat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang Banten, Kamis (30/8). Mengatasi masalah defisit transaksi berjalan pada neraca perdagangan, Menko Luhut membuat 8 butir keputusan di bidang pariwisata bersama dengan beberapa kementerian/lembaga dan Pemda. Solusi di sektor ini merupakan yang paling cepat dan efektif dibandingkan sektor lainnya. Menko Luhut yang menargetkan perolehan devisa negara dari sektor pariwisata sebesar USD 17,6 milyar pada 2019 dan USD 28,5 milyar pada 2024.CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Bandara Soekarno Hatta (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Desakan untuk menurunkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) lebih murah terus menguat dalam beberapa hari terakhir. Hal ini karena harga PCR bisa lebih mahal dari biaya tiket penerbangan. Tes PCR sebagai syarat penumpang jasa udara selama pandemi.

Presiden Joko Widodo memang sudah meminta ada penurunan harga ke angka Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu. Bahkan kabar terbaru harganya pada Rp 495 ribu.

Namun, nilai tersebut dinilai masih terlalu besar, utamanya jika membandingkan dengan negara lain seperti India yang harga per tes hanya berkisar Rp 100 ribu. Selain itu, perlu juga perhatian lebih besar kepada pelaksanaan tes PCR di daerah.

"Harga PCR di Jakarta dan daerah nggak sama. Jakarta rata-rata Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu untuk waktu normal. Daerah Rp 1 juta sampai Rp 1,3 juta, itu pun hasilnya keluar 3×24 jam. Kalau mau contact tracing di daerah kendala karena mahal," kata Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Pauline Suharno kepada CNBC Indonesia, Senin (16/8/21).

Persoalan fasilitas kesehatan juga menjadi masalah bagi pelaksanaan tes PCR. Terbatasnya faskes membuat tes PCR menjadi lebih lama. Bagi sektor pariwisata, hal seperti ini menjadi kendala bagi mobilitas turis atau masyarakat untuk bepergian. Semakin lama hasil tes keluar, akan semakin membuat masyarakat untuk mengurungkan niatnya pergi berlibur.

Apalagi, ada perbedaan perlakuan antara transportasi laut dan udara. Ketika perjalanan darat diperkenankan menggunakan antigen 1x24 jam, namun bagi perjalanan udara harus melakukan tes RT-PCR 2x24 jam.

"Perlakuan tidak merata dialami oleh penumpang transportasi udara yang masih harus melampirkan hasil PCR sementara pelaku perjalanan via darat dan laut hanya perlu menunjukkan test antigen," sebut Pauline.

Syarat tes PCR dengan harga mahal dalam perjalanan udara memang membuat sektor pariwisata dan transportasi kesulitan. Tidak aneh jika pelaku transportasi udara juga mencari cara untuk tetap hidup, salah satunya sedang mendekati beberapa negara produsen untuk impor PCR, misalnya dari India hingga Jepang.

"Kami mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat yang intinya menyatakan bahwa harga tes PCR di sini masih mahal, bahkan bisa lebih mahal dari harga tiket pesawat. Untuk itu kami berusaha mencari perangkat tes PCR yang harganya murah dengan kualitas baik dan nantinya dapat membantu meringankan beban masyarakat yang ingin terbang," ujar Ketua Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional (INACA) Denon Prawiratmadja dalam keterangan resminya, Senin (16/8/21).


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Mau Terbang ke Bali? Cek Aturan Terbarunya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular