Data Kematian Tak Update, Ini Penjelasan Satgas Covid-19

yun, CNBC Indonesia
Kamis, 12/08/2021 17:30 WIB
Foto: Makam Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dr. Dewi Nur Aisyah buka suara terkait data kematian yang tidak tepat waktu.

"Tantangan terkait data kesehatan masih dalam proses di Kemenkes. Ada beberapa sinkronisasi ditemukan beberapa diantaranya kasus by individual. Sebelumnya, belum pernah dilaporkan. Mungkin meninggal 2 bulan yang lalu, tapi baru masuk sistem sehingga kesannya (kematian) tinggi padahal meninggalnya sudah dari beberapa pekan lalu," katanya saat wawancara "Covid-19 dalam angka" di Jakarta, Kamis (12/8/2021).

Dia tak menampik menyoal data ini masih terus dalam proses perbaikan di Kemenkes sehingga bagaimana pencatatan data yang dilakukan real time. Menurutnya, verifikasi otomatis juga sudah dilakukan, di mana saat sinkronisasi ditemukan gap-gap terkait data ini.


"Sepertinya ada improvement yang dilakukan. Tak hanya meninggal, sembuh juga. Jadi, kita memang melihat kasus aktif berpengaruh. Jumlah total kasus dikurang sembuh dan meninggal. Ditemukan kasus aktif jauh lebih kecil dibanding angka. Karena kesembuhan belum ter-update," jelasnya.

Bahkan dia mengaku pernah ditemukan satu kasus yang setelah dilakukan pengecekan selama 3 bulan belum beralih ke status sembuh. Yang mana, hal ini sangat tidak mungkin terjadi.

"Ternyata belum update. Ada juga daerah kepatuhan pengisian belum baik. Input kasus iya, tapi tidak update kesembuhan dan kematian," katanya.

Kasus di daerah ini memang berbeda dengan kota besar. Diketahui, banyak wilayah terpencil Indonesia yang masih sulit mendapatkan akses internet untuk pembaharuan data ini.

"Satu challenge, masih banyak yang tak bisa kirim laporan karena akses internet. Memang seperti di pedalaman butuh 6 jam untuk ke internet. Tidak bisa disamakan," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan merilis angka Kematian akibat COVID-19 yang cenderung tinggi, dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar dalam kurun tiga minggu terakhir,

Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan, dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, MPH menyampaikan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.

Untuk diketahui saja, NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang dikelola oleh Kemenkes.

Berdasarkan laporan kasus Covid-19 pada 10 Agustus 2021 misalnya, sebanyak 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya. Bahkan 10,7% diantaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.

"Kota Bekasi contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94% diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57% dan bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37%. Lalu 6% sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus," ujar dr. Panji mengutip dari website resmi Kemenkes, Rabu (11/8/2021).

Contoh lain adalah Kalimantan Tengah sebanyak 61% dari 70 angka kematian yang dilaporkan kemarin adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari namun baru diperbaharui statusnya.


(yun/yun)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pejabat China Diminta Hemat Biaya Rokok - Covid ASEAN Merebak