ADB, Citi, HSBC, Prudential Bakal Danai Pemensiunan PLTU Asia

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
03 August 2021 16:45
Citigroup
Foto: Kantor pusat HSBC terlihat di distrik Pusat keuangan di Hong Kong, Cina 6 September 2017. REUTERS / Bobby Yip / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan keuangan internasional seperti Citi, HSBC, BlackRock Real Assets hingga perusahaan asuransi asal Inggris Prudential, sedang menyusun rencana untuk membantu pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Asia untuk mempercepat penutupan pembangkit listriknya.

Hal ini sebagai bentuk dorongan untuk menurunkan sumber emisi karbon terbesar, kata lima orang yang mengetahui inisiatif tersebut kepada Reuters, dikutip Selasa (03/08/2021).

Proposal baru yang didorong oleh Asian Development Bank (ADB) tersebut menawarkan model yang berpotensi dapat diterapkan dan pembicaraan awal dengan pemerintah Asia dan bank multilateral, kata sumber tersebut kepada Reuters.

Kelompok lembaga keuangan tersebut berencana untuk menciptakan kemitraan publik-swasta untuk membeli pembangkit berbasis batu bara tersebut dan menghentikannya dalam waktu 15 tahun, jauh lebih cepat dari masa normal beroperasinya pembangkit tersebut. Lalu, memberi waktu bagi para pekerja untuk pensiun atau mencari pekerjaan baru dan memungkinkan negara untuk beralih ke sumber energi terbarukan.

Ini bertujuan untuk menyiapkan model untuk konferensi iklim COP26 yang diadakan di Glasgow, Skotlandia pada November 2021 mendatang.

"Sektor swasta memiliki ide-ide hebat tentang bagaimana mengatasi perubahan iklim dan kami menjembatani kesenjangan antara mereka dan aktor-aktor di sektor resmi (pemerintahan)," kata Wakil Presiden ADB Ahmed M. Saeed, dikutip dari Reuters, Selasa (03/08/2021).

Inisiatif ini muncul ketika bank komersial dan pembangunan, di bawah tekanan dari investor besar, menarik diri dari pembiayaan pembangkit listrik baru untuk memenuhi target iklim.

Saeed mengatakan bahwa pembelian pertama di bawah skema yang diusulkan berupa campuran ekuitas, utang dan pinjaman lunak, diperkirakan bisa diwujudkan segera paling cepat tahun depan.

"Jika Anda dapat menemukan cara yang teratur untuk mengganti pembangkit tersebut lebih cepat dan mempensiunkannya lebih cepat, tetapi tidak dalam semalam, itu akan membuka ruang yang lebih besar dan dapat diprediksi untuk energi terbarukan," tutur Donald Kanak, Direktur Asuransi Prudential Insurance Growth Markets, mengatakan kepada Reuters.

Pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang sekitar seperlima dari emisi gas rumah kaca dunia, menjadikannya sumber polusi terbesar.

Mekanisme yang diusulkan memakan peningkatan biaya rendah, pembiayaan campuran yang akan digunakan untuk fasilitas pengurangan karbon, sementara fasilitas terpisah akan mendanai insentif energi terbarukan.

HSBC disebutkan menolak berkomentar terkait rencana ini.

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan batu bara global akan naik 4,5% pada 2021, dengan Asia menyumbang 80% dari pertumbuhan itu.

Sementara itu, Panel Internasional tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyerukan penurunan listrik berbahan bakar batu bara dari 38% menjadi 9% dari pembangkit global pada 2030 dan menjadi 0,6% pada 2050.

Dari sisi Indonesia, PT PLN (Persero) juga berencana mempensiunkan PLTU berbasis batu bara demi mengejar netral karbon pada 2060 mendatang.

Pada 2030 ditargetkan akan terjadi pengurangan kapasitas PLTU 1 Giga Watt (GW) dari rencana pensiunkan PLTU Subcritical tahap pertama, dan ditargetkan akan terus berlanjut secara bertahap hingga akhirnya pada 2056 tidak akan ada lagi PLTU beroperasi.

Akan tetapi, PLN juga punya skenario lain dengan asumsi PLTU masih tetap bisa dioperasikan hingga 2060, sehingga rencana mempensiunkan PLTU bisa batal dilakukan. Meski PLTU tetap bisa beroperasi, namun emisi karbon disebut bisa jauh berkurang.

Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero) Evy Haryadi mengatakan, skenario lain yang dimaksud adalah mengoperasikan PLTU dengan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).

Secara rinci dia menjelaskan, dengan skenario ini, pada 2025 PLN akan menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 1,1 GW.

Selanjutnya, pada 2030 akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap pertama 1 GW. Lalu, pada 2035 PLTU akan beroperasi dengan menggunakan teknologi CCUS ini.

"Kami buat visi 15 tahun ke depan kita harapkan teknologi ini sudah bisa diterapkan yang ekonomis," paparnya dalam Webinar: Masa Depan Batu Bara dalam Bauran Energi Nasional, Senin malam (27/07/2021).

Jika skenario ini dilakukan, maka menurutnya PLN hanya perlu mempensiunkan PLTU dengan kapasitas 1 GW saja dari pembangkitnya yang sudah tua. Bila menjalankan skenario awal dengan mempensiunkan PLTU, rencananya 49 GW kapasitas PLTU akan dipensiunkan secara bertahap sampai 2056.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular