9 Agustus Sidang Perdana Gugatan UU Minerba oleh Jatam Cs

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
03 August 2021 13:15
Infografis: Ini Daftar Negara Produsen Nikel terbesar DI dunia
Foto: Infografis/ Ini Daftar Negara Produsen Nikel terbesar DI dunia/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Koalisi Masyarakat Sipil yang mengatasnamakan Gerakan #BersihkanIndonesia telah mengajukan judicial review (JR) atau uji materiil Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21 Juni 2021 lalu.

Setelah mengajukan JR pada Juni lalu, sidang perdana akan digelar pada Senin, 9 Agustus 2021 mendatang. Permohonan JR ini dilakukan oleh Nur Aini (warga Banyuwangi), Yaman (nelayan Bangka Belitung), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.

Agenda dalam sidang perdana adalah pemeriksaan pendahuluan pada perkara Nomor 37/PUU-XIX-2021. Lasma Natalia, Kuasa Hukum JR Minerba dari LBH Bandung, mengatakan sidang perdana ini akan digelar secara daring pada pukul 13.30 WIB.

"Agendanya adalah pemeriksaan pendahuluan, jadi para pemohon nanti akan sampaikan pokok-pokok permohonan secara tulisan," paparnya dalam Diskusi Jelang Sidang Perdana JR UU Minerba, Selasa (03/08/2021).

Menurutnya, pokok-pokok permohonan sebenarnya sudah disampaikan, namun dalam sidang akan dibacakan secara singkat oleh Hakim MK. Beberapa poin akan diperiksa misalnya kedudukan hukum pemohon, pokok permohonan dari pemohon dan lainnya.

"Sudah disampaikan akan dibacakan secara singkat oleh Hakim MK dan pemeriksaan beberapa poin," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan dalam sidang perdana ini akan hadir kuasa hukum dari para pemohon, WALHI, JATAM Kaltim, dan dua pemohon individu yakni Nur Aini warga Banyuwangi dan Yaman nelayan Bangka Belitung.

Adapun sejumlah pasal dalam UU Minerba yang digugat ini antara lain berkaitan dengan sentralisasi kewenangan dalam penyelenggaraan penguasaan minerba, jaminan operasi industri pertambangan meski bertentangan dengan tata ruang, perpanjangan izin otomatis atas Kontrak Karya dan PKP2B tanpa evaluasi dan lelang, serta pasal pembungkaman hak veto rakyat yang tidak setuju terhadap keberadaan proyek pertambangan dari hulu hingga hilirnya di pembangkitan.

Salah satu pasal yang disoroti adalah Pasal 162, yang berdampak pada banyaknya kriminalisasi pada warga.

Pasal ini berbunyi "Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)."

"Warga yang berasal dari Banyuwangi dan Bangka ini merupakan warga yang sedang melakukan advokasi dan menolak pertambangan di wilayahnya yang kemudian dikriminalisasi karena melakukan penolakan. Sudah banyak kerugian yang dialami mereka," paparnya.

Sementara itu, Pradarma Rupang dari JATAM Kaltim mengatakan, dampak dari pertambangan sudah dirasakan oleh masyarakat di Kaltim. Seperti bencana alam, di mana setiap kali hujan banjir sudah mengancam masyarakat sekitar.

"Banjir dan ancaman sedimentasi lumpur bahkan juga kelangkaan air bersih juga terjadi karena sumber-sumber penghidupan rakyat semua sudah dihancurkan. Kubangan tambang ratusan hektar dan gak akan ada pemulihan karena perspektif sudah dijamin (perpanjangan izin)," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi, UU Minerba Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular