
Kasus Sudah Turun Banyak, PPKM Jakarta Bakal Dilonggarkan?

Jakarta, CNBC Indonesia- DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi di Jawa Bali yang mengalami penurunan kasus aktif secara signifikan selama penerapan PPKM Darurat yang berlanjut ke PPKM Level 4.
Parameter utama adalah kasus aktif dengan jumlah 15.884 kasus pada Minggu (1/8/20210 hingga pukul 12.00 WIB. Jumlah ini sudah turun signifikan dibandingkan puncak pada 16 Juli 2021 yang tercatat 113 ribu kasus.
Kasus aktif di DKI juga terendah dibandingkan seluruh provinsi Jawa. Bandingkan dengan Jawa Barat dengan 112 ribu kasus, Jawa Tengah 56 ribu kasus, Jawa Timur 53 ribu kasus, dan Banten 30.593 kasus.
Selain itu, kondisi penularan di DKI Jakarta juga terus turun di sekitar 3.000 kasus per hari, di bawah Jabar, Jateng, dan Jatim. Ketika puncak, kasus harian di DKI di atas 10.000 kasus per hari.
Apalagi, kondisi DKI Jakarta sekarang jauh berbeda dengan awal PPKM darurat, baik dari jumlah rumah sakit hingga isolasi terpusat. DKI telah menambah kapasitas dari 140 rumah sakit rujukan covid-19. Selain itu, juga ada penambahan lokasi isolasi terpusat, misalnya di Rusun Pasar Rumput dan Rusun Nagrak.
Dengan data tersebut sebenarnya DKI Jakarta memiliki peluang untuk mendapatkan pelonggaran dalam kebijakan PPKM.
Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan kebijakan PPKM baik diperpanjang maupun dilonggarkan didasarkan pada dua hal yakni, Pertama situasi epidemiologi/penularan di masyarakat daerah tersebut. Kedua, kapasitas respons kesehatan yang ada, baik dari rumah sakit maupun fasilitas lainnya.
"Tentang poin 2, RS di Jakarta dan kota besar di Jawa tidaklah sepenuh 2 atau 3 minggu yg lalu. Pasien dapat lebih mudah masuk IGD kalau perlu, dan relatif lebih mudah mendapat perawatan di ruang isolasi dan ICU. Sesuatu kemajuan yang amat baik dan patut disyukuri," ujarnya, Senin (2/8/2021).
Meski demikian, Yoga menyoroti harus ada analisa mendalam terkait situasi epidemiologi di daerah terutama dalam wilayah anglomerasi. "Datanya haruslah amat rinci dan akurat di tingkat masing-masing daerah," ujarnya.
"Dalam dokumen terbaru WHO tertera dua hal penting, yang harus diterapkan juga dalam mengambil keputusan tentang perubahan atau kelanjutan PPKM. Pertama, pembatasan sosial harus selalu dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan data yang mungkin amat dinamis, baik di tingkat negara maupun sub-nasional. Kedua,kalau pembatasan sosial akan diubah/disesuaikan maka betul-betul harus berkomunikasi dengan masyarakat," ujarnya.
Untuk itu, dia meyakini, keputusan tentang langkah ke depan PPKM dan pengendalian pandemi COVID-19 tentu bukan hal yang mudah. "Akan baik kalau apapun keputusan yang diambil berdasar pada setidaknya tiga hal, pertama perlindungan sepenuhnya bagi rakyat Indonesia, kedua keputusan dengan dasar ilmiah yang valid dan ketiga tentu kepentingan bangsa dan negara adalah yang utama," ujarnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Ini Biang Kerok yang Bikin Covid RI Semakin Chaos