Ini Dampak Pembentukan Subholding ke Kinerja Pertamina 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - Restrukturisasi Pertamina yang telah berlangsung sejak Juni 2020 dengan adanya pembentukan beberapa subholding mulai terlihat dampaknya pada kinerja operasional perusahaan pada tahun ini.
Bahkan, menurut Pjs Senior Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman, di tengah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, sebagai salah satu sektor esensial, seluruh lini bisnis Pertamina tetap beroperasi penuh.
Fajriyah mengatakan, restrukturisasi juga tidak menghambat Pertamina menjalankan berbagai penugasan pemerintah dan melanjutkan proyek strategis sesuai tahapan yang direncanakan.
Pada triwulan 1 2021 di sektor hulu, Subholding Upstream Pertamina mencatat produksi minyak dan gas sebesar 861 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD). Sejak 2021, Subholding Upstream juga mampu menambah cadangan 1P hingga 120% dan tambahan sumber daya 2C sebesar 143% dari target Rencana Anggaran dan Target Perusahaan (RKAP) 2021.
Di sektor pengolahan, Subholding Refining & Petrochemical (R&P) menurutnya juga telah melakukan optimasi kilang dengan memproduksi produk bernilai tinggi (high valuable product) sesuai dengan pergerakan Crack Spread.
Adapun yield valuable product mencapai 101,1% dari target RKAP 2021. Dari sisi keandalan kilang terhadap perencanaan yang terlihat dalam Plant Availability Factor (PAF) meningkat hampir 100%.
Di sektor hilir, Subholding Commercial & Trading, lanjutnya, juga mencatat capaian operasional yang baik. Melalui Program BBM 1 Harga, subholding sektor hilir ini telah menambah 20 outlet baru di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Program pengembangan jaringan retail One Village One Outlet menjadi 59.218 atau 101% dari RKAP 2021. Operasional sektor hilir juga ditopang oleh integrasi portfolio produk Pertamina sebagai kekuatan penetrasi pasar melalui Pertamina One.
Dalam rangka mengantisipasi era transisi energi, Subholding Power & New and Renewable Energy (PNRE) menurutnya juga berperan dalam mendukung upaya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di mana pada 2021 mampu meningkatkan total kapasitas terpasang sebesar 2.484 Mega Watt (MW) dari portofolio bisnis existing geothermal, gas untuk pembangkit, dan EBT lainnya. Produksi listrik juga meningkat dari 4,7 GW menjadi 5,5 GW secara kumulatif pada Maret 2021.
"Kinerja positif dalam masa transisi tersebut merupakan hasil dari pelimpahan kewenangan eksekusi yang diberikan kepada Subholding untuk percepatan proses operasional dan bisnis. Dengan terbentuknya Subholding, organisasi lebih fokus, lean, agile, efisien dan streamlining decision making," tutur Fajriyah Usman, seperti dikutip dari keterangan resmi Pertamina, Jumat (16/07/2021).
Menurut Fajriyah, proses transisi juga berjalan pada aspek legal administrasi. Pada Juli 2021, Pertamina juga telah melakukan penyelarasan regulasi, penyiapan dokumen administrasi, penyiapan dokumen aspek legal hingga penyiapan pengukuhan pemerintah terhadap seluruh subholding.
"Restrukturisasi Pertamina akan terus berjalan dengan melakukan proses transisi dan transformasi, baik pada tingkat holding maupun subholding, sehingga pada tahun 2024 mendatang dapat mencapai target nilai pasar US$ 100 billion," tandasnya.
(wia)