Jakarta, CNBC Indonesia - PT Kimia Farma Tbk, sebagai perusahaan pelat merah pelaksana vaksinasi gotong royong individu memutuskan untuk menunda waktu pelaksanaan program vaksinasi Covid-19.
Hingga saat ini, tidak diketahui secara pasti sampai kapan penundaan yang dilakukan perusahaan, setelah sebelumnya program tersebut menurut rencana akan digelar pada hari ini, Senin (12/7/2021).
Vaksin gotong royong bukanlah 'barang gratisan'. Masyarakat akan dikenakan biaya hingga Rp 879.140 yang terdiri dari dua dosis vaksin masing-masing seharga Rp 321.660 dan biaya pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910.
Vaksinasi gotong royong memang sebelumnya telah diperuntukkan bagi karyawan atau karyawati, keluarga, hingga individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada hukum atau badan usaha.
Namun, aturan tersebut kemudian diubah dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 19/2021. Dalam aturan ini disebutkan bahwa perorangan atau individu bisa membeli vaksin Covid-19 melalui pelaksanaan vaksinasi gotong royong.
Dalam keterangan resminya, perusahaan mengatakan bahwa ide program 'vaksinasi berbayar' ini muncul berdasarkan riset dari sejumlah lembaga yang menyatakan adanya permintaan dari kelompok masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi secara inidvidu.
"Perluasan program vaksinasi gotong royong untuk percepatan pencapaian herd immunity," kata Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro, seperti dikutip Senin (12/7/2021).
Halaman Selanjutnya >>> Katanya Vaksin Covid-19 Gratis...
Rencana menghadirkan 'vaksinasi berbayar' ini memang cukup menjadi sorotan publik. Keluhan masyarakat bahkan disampaikan dalam sebuah unggahan di akun Instagram @kementerianbumn dan @kimiafarmacare
Akun @chatmecoffee menuliskan, "Kimia Farma sebagai bagian dari holding BUMN Farmasi milik pemerintah tidak patut menjual vaksin pandemi ke rakyatnya dalam masa pandemi. Setelah masa pandemi ini terkendali dan herd immunity terjadi, silahkan jual seperti vaksin-vaksin lainnya."
Sedangkan akun @irawaniran mengatakan, "mantap jadi ada pilihan mau sabar nunggu dapet gratis atau mau cepat tapi berbayar, masyarakat tinggal memilih sesuai kebutuhan."
Gelombang penolakan juga datang dari ekonom Faisal Basri. Mengutip detik.com. Faisal secara terang-terangan menolak dengan tegas adanya program vaksin yang dibayar oleh masyarakat.
"Rakyat disuruh gotong royong, untuk mempercepat herd immunity, BUMN dibiarkan berbisnis, ini kan biadab. Apa lagi kata paling pantas untuk itu," kata dia.
Menurut dia vaksin berbayar ini baru bisa dilakukan setelah seluruh masyarakat telah mendapatkan vaksin gratis. Sedangkan jika membutuhkan booster alias dosis ketiga barulah bisa dikenakan biaya.
"Vaksin ini pasokannya terbatas. Kalau seluruh rakyat Indonesia sudah divaksin oleh pemerintah secara gratis, ada yang vaksinasi 3 kali, ya silakan barulah, barulah bisa ditangani secara bisnis," tegasnya.
Halaman Selanjutnya >>> Menengok Lagi Pernyataan Jokowi
Kecaman dari publik tentu bukan alasan. Jika berkaca pada pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir tahun lalu, keputusan untuk menyediakan 'vaksin berbayar' tentu bertentangan.
Kala itu, Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah akan menggratiskan semua vaksin Covid-19. Keputusan tersebut diambil setelah para pemangku kepentingan menerima banyak masukan dari seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat.
Perlu digarisbawahi, pernyataan Jokowi ini terlontar usai pemerintah menyampaikan tak akan menanggung semua vaksinasi Covid-19. Pada saat itu, pernyataan tersebut sempat membuat publik bersuara lantang.
"Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis," kata Jokowi.
"Sekali lagi, gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali," tegas Jokowi pada Rabu (16/7/2021).
Jokowi bahkan telah meminta seluruh jajarannya, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memberikan prioritas dan merealokasi anggaran untuk program vaksinasi gratis.
"Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin," tegasnya.