DPR Sarankan APBN Diubah ke Skenario Terburuk Covid

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Said Abdullah meminta pemerintah untuk susun worst scenario atau skenario terburuk APBN 2021 dan RAPBN 2022.
Said mengatakan, tidak bisa diprediksi sampai kapan pandemi Covid-19 akan terjadi. Berbagai proyeksi telah diajukan oleh banyak epidemiolog, namun seringkali tidak cukup akurat untuk memprediksi keadaan.
Belum lagi, kata Said dunia juga masih menghadapi bayang-bayang munculnya varian virus corona baru, varian lambda atau Varian Peru, yang diperkirakan varian virus ini bisa menyerang imunitas sangat tinggi, termasuk kemampuan mengelabui serangan imun tubuh.
"Varian inilah yang sekarang menyerang sebagian besar di kawasan Amerika Latin," jelas Said kepada CNBC Indonesia, Senin (12/7/2021).
Oleh karena itu, Said mengungkapkan keadaan seperti ini jika berlangsung lama, maka akan berimbas terhadap APBN 2021 dan RAPBN 2022. Karena sampai saat ini, dua skenario APBN 2021 dan RAPBN 2022 yang digaungkan pemerintah adalah pemulihan sosial, ekonomi, dan kesehatan.
Sementara sejauh ini APBN belum punya skenario untuk memitigasi skenario gelombang lain yang kemungkinan bisa terjadi. Melihat situasi dan potensi resiko yang ada, selain refocusing, pemerintah kata Said perlu melakukan kebijakan kebijakan lebih jauh.
"Pemerintah perlu menyusun worst case scenario bilamana PPKM tidak cukup efektif menekan tingkat positif harian covid-19," ujarnya.
"Sebab worst case scenario membutuhkan dukungan anggaran sangat besar, hal itu berkonsekuensi pada perubahan arah kebijakan dan sasaran dari postur APBN 2021 dan Rencana APBN 2022," ujar Said lagi.
Said juga menyarankan agar insentif perlindungan sosial dan insentif kepada dunia usaha diperluas. Karena jikalau nanti pada 20 Juli 2021 saat berakhirnya PPKM Darurat kasus melandai, pemerintah juga tidak mungkin langsung mencabut insentif.
"Itu gak mungkin dilakukan seperti itu, justru insentifnya diperluas untuk mengurangi dampak tingginya pengangguran. [...] Haru komprehensif, antara penanganan covid-19, perlindungan sosial kepada masyarakat dan dunia usaha," tuturnya.
"Kalau dunia usaha tidak diberikan insentif dengan leluasa, maka jangan salahkan pengusaha kalau kemudian melakukan PHK pada saat yang sama," kata Said melanjutkan.
Upaya gas-rem dalam penanganan Covid-19 dibutuhkan, namun di satu sisi pelaku usaha dan pasar harus dikomunikasikan, agar mereka bisa menghitung kalkulasi dari setiap skenario yang akan dijalankan pemerintah.
"Jangan lakukan kebijakan yang mendadak. Pemerintah harus punya perencanaan jangka menengah yang harus dikomunikasikan kepada pelaku pasar."
Di tengah minimnya fiskal pemerintah karena penerimaan yang seret, Banggar juga meminta pemerintah untuk bisa mengerahkan kerjasama internasional.
Banggar DPR, kata Said sepenuhnya akan mendukung langkah pemerintah jika ada perubahan anggaran untuk menyusun worst scenario oleh pemerintah, termasuk apabila pemerintah mau menerbitkan surat utang yang lebih masif.
"Saya mendukung penuh langkah pemerintah, khususnya terkait persetujuan anggaran terkait pelaksanaan segala daya upaya dalam penanggulangan Covid-19, termasuk bila dalam pelaksanaan worst case scenario tersebut harus membutuhkan dukungan pembiayaan, misalnya seperti penerbitan surat utang negara karena dampak turunnya penerimaan perpajakan."
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Ingatkan Anah Buah: The Battle is Not Over!